twitter
    Celebrating the T in LGBT
Tampilkan postingan dengan label Sigh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sigh. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Juni 2012

Maaf, Timbuktu.

Kamu pernah dengar kata 'timbuktu'? Di mana kamu dengar kata itu? Kapan? Oh, waktu sedang bercanda dengan teman-teman, ya? Ya, ya, ya, Timbuktu itu suatu tempat di Afrika yang mungkin sangat terpencil dan terbelakang. Timbuktu, seperti juga Somalia dan Etiopia, adalah kata yang tepat untuk menunjukkan ketidakberadaban. Itu kesimpulan saya, sih, berdasarkan pengalaman bercanda dan ejek-ejekan dengan teman sehari-hari.

Sebelum April, saya tak tahu di mana itu Timbuktu. Tak peduli apakah ia benar ada, apakah ia negara atau provinsi atau kota atau kampung kecil. Bukan urusan saya. Saya cuma tahu bahwa itu tempat yang jauh dari peradaban manusia.

***

April, dosen PLKH Humaniter memberi kami tugas. Intinya, kami harus mengikuti perkembangan kondisi dan menganalisa sebuah konflik yang benar-benar sedang terjadi di sebuah negara bernama Mali.


Jumat, 08 Juni 2012

Pocong [1]

Saya bukan seorang muslim, dan tumbuh besar di lingkungan katolik. Saya terbiasa melihat prosesi kematian orang katolik, dan sangat tidak terbiasa melihat prosesi kematian seorang muslim. Saya berkali-kali melihat jenasah dalam peti, dan hampir tak pernah melihat jenasah berkafan. Waktu kakek saya yang seorang muslim meninggal, saya tidak bisa melihat jenasahnya yg sudah dikafani. Begitu juga ketika Pakdhe (paman) meninggal, satu-satunya kemungkinan melihat jenasah berkafannya adalah ketika pemakaman. Tapi karena saya perempuan dan bukan keluarga inti, saya tidak boleh berada di ring satu kuburan beliau, melainkan di barisan luar, sehingga lagi2 saya tak bisa melihatnya.

Selasa, 05 Juni 2012

Fobia Akademik

Saya fobia akademik. Itu kesimpulannya.

Saya sudah lupa kapan sakit perut itu mulai menyerang ketika saya harus berhadapan dengan hal-hal berbau dunia akademik kampus. Saya juga tidak ingat bagaimana mulanya jantung saya berdebar dengan keras dan cepat, tubuh berkeringat dingin, dan tubuh menjadi tegang ketika harus berurusan dengan staf kampus, pejabat kampus, maupun dosen.

Saat ini, datang ke kampus menjadi sesuatu yang mengerikan bagi saya. Sangat mengerikan. Bahkan untuk hal sepele yang bernama kuliah sekalipun. Perut ini mual, dada ini sesak. Jangankan saat menginjakkan kaki di kampus, saat teringat bahwa saya harus ke kampus saja rasa muak itu sudah mendesak sampai ke ubun-ubun.

Bahkan pelukan erat dan hangat dari kekasih pun tak mampu menghilangkan muak ini.

Dan saya terjebak di dalamnya. Begitu muak, hingga ingin segera pergi dari tempat itu. Namun terlalu muak juga untuk bersentuhan dengan hal-hal yang bisa membuat saya segera pergi.

Ah, andai saja Doraemon benar ada, dan saya adalah Nobita, mungkin ada robot yang bisa menggantikan saya. Sayangnya Doraemon hanya tokoh komik, dan saya jelas bukan Nobita. Dan keputusan selanjutnya sepenuhnya ada di tangan saya.


-ema

Kamis, 29 September 2011


Tadi saya mencari bahan untuk menulis tentang tawuran pelajar di Yogyakarta. Pencarian membawa saya pada halaman facebook salah satu korbannya.

***

Teofilus Uky Caesar Kusuma. Lahir tahun 1991. Dua tahun lebih muda dari saya.
Gitaris. Fotografer. Nampak enerjik. Dalam foto-fotonya, ia selalu tersenyum. Kadang juga mendongak pongah, khas anak SMA. :)


Senin, 26 September 2011

Astaga! Naifnya saya!

Saya terlalu naif kali ya?
Kalau punya info & kesempatan selalu bagi-bagi, dengan pemikiran bahwa semua orang melakukan hal yg sama.

Ternyata tidak... Huahahahaa...
Saya jd kayak orang bego yg gak tau apa2 :P



::che::

Jumat, 23 September 2011

Kerupuk Umbel


Rasa lapar dan ingin ngemil malam ini membawa saya pada kenangan belasan tahun silam.
***

Sekolah Dasar saya termasuk SD terkenal di Kota Malang. Eits, jangan bayangkan piala dulu! Di Malang, nampaknya cukup lumrah jika sebuah sekolah jadi terkenal karena jajanan (kuliner) di sekitarnya. Misalnya, SMA Dempo alias St. Albertus terkenal dengan Bakso Dempo, Pangsit Dempo, dan Es Teler Dempo yang terletak di belakang bangunannya; SDN Rampal dengan mi pangsitnya yang enak dan murah (cuma 2000 rupiah!); atau SMP Santa Maria II dikenal karena letaknya dekat Pulosari, salah satu area jajanan jagung dan roti bakar. Di kompleks perumahan saya (yang luasnya kira2 sepuluh kali luas kompleks UGM) bahkan sering ada percakapan macam ini:
   "Mau ke mana?"
   "STM Telkom!"
   "Cari cilok ya?"
   "He'eh."
Hahaha...

Kalau SD saya, sepertinya terkenal karena para penjual jajanan di halaman depannya. Gado-gado, mi pangsit, cilok (CILOK!!!), es degan, makaroni, dan sebagainya dan sebagainya. Separuh, bahkan mungkin lebih, dari pembeli merupakan tante-tante atau om-om yang mengantar-jemput anak mereka, peagawai-pegawai kantoran, dan anak-anak dari sekolah lain. Hal ini masih saya temui hingga sekarang. Bahkan saya makin sering melihat anak-anak dari SMA saya -Dempo- yang jajan di sana, padahal jarak sekolahnya sekitar 3 kilometer.


Sayang seribu sayang, ada jajanan yang tak lagi saya temui di sana. Sudah lama sebenarnya, sejak saya masih SMA. Dulu jajanan ini juga sangat terkenal. Bapak penjualnya bahkan meneruskan bisnis ini dari ayahnya, yang artinya jajanan ini sudah eksis di sana sebelum saya lahir!
Kami menyebutnya kerupuk umbel. Ya, umbel alias ingus, lendir yang keluar dari hidung itu. Jangan khawatir, Krupuk ini tidak terbuat dari umbel, kok. Kerupuknya adalah kerupuk pasir. Itu lho, kerupuk yang digoreng menggunakan pasir, bukan minyak. Dan "umbel"-nya adalah saus yang terbuat dari petis dan kanji yang dimasak dan berubah wujud menjadi cairan kental berwarna bening kecoklatan seperti umbel.
Si Bapak kerupuk umbel biasanya datang membawa dua plastik besar penuh kerupuk menggunakan sepeda kayuhnya. Sungguh, masing-masing plastik itu tingginya jauh melebihi kepala si bapak. Ia harus berjinjit untuk mengambil kerupuk-kerupuk pertamanya. Hebatnya, kerupuk hampir pasti habis terjual setiap hari. Jangn coba mencari beliau di atas jam setengah tiga sore jika kau tak ingin sakit hati karena sudah kehabisan (atau kalau lebih sial lagi, si bapak malah sudah pulang).

Namanya memang aneh dan menjijikkan. Tapi bagi anak SD, kerupuk umbel itu luar biasa enaknya. Apalagi jika dimakan dengan saus yang pedas (dicampur cabe). Murah, pula! SD kelas 1, saya akan mendapat satu contong krupuk untuk seratus rupiah, atau satu kresek kecil kerupuk hanya dengan tiga ratus rupiah. Harga terus naik, hingga menjadi seribu rupiah untuk satu kresek saat saya kelas tiga SMP. Tetap murah, bukan? Meski murah, pasukan kerupuk itu berhasil memberi motor pada si bapak, lho.:D


Saya sudah berseragam putih-abu ketika tiba-tiba si bapak tak lagi membawa dua plastik kerupuk umbel di motornya, melainkan satu kotak besar yang penuh cilok.
   "Lho, Pak, krupuknya mana??"
   "Lhooo, sudah nggak jualan krupuk saya, Mbak! Banting stir. Sekarang jualan cilok aja."
   "Kenapa, Pak???"
   "Lha kerupukE sudah nggak laku e mbak, kalah sama cilok sama makroni. Hehehee..."
Saya cuma bisa garuk-garuk kepala. Gemas, jengkel, sedih.

Dulu, saya sedihnya karena tidak bisa makan kerepuk umbel SD Cor Jesu lagi. Tapi sekarang sedihnya berbeda. Makin sedih. Karena kerupuk umbelnya kalah oleh makaroni!

Kau tahu makaroni, kan? Bahan pasta yang biasanya jadi campuran sup. Bentuknya macam.macam, kebanyakan spiral atau tabung yang berlubang di tengahnya. jajanan "makaroni" yang dimaksud di atas adalah makaroni yang dijemur dan digoreng untuk kemudian dibumbui dengan royco dan bubuk cabe, dijual dalam plastik-plastik kecil berbagai ukuran. Harganya dulu seratus hingga lima ratus, sekarang lima ratus hingga dua ribu lima ratus.

Tragisnya, makaroni adalah makan yang tidak bisa diproduksi secara mandiri di Indonesia. Mengapa? Karena berbahan baku gandum yang jelas-jelas tidak diproduksi oleh Indonesia. Hingga 2010, seluruh kebutuhan gandum di Indonesia masih diimpor dari negara lain. Sementara kerupuk, ia terbuat dari tapioka. tapioka itu terbuat dari ketela pohon alias singkong alias pohong yang tumbuh subur di tanah kita dan ada di mana-mana. Jadi, produk lokal kita kalah oleh barang impor!

Mengapa? Mengapa? Mengapa kerupuk harus kalah oleh makaroni? Huhuu....

Sampai jumpa, kerupuk umbel... aku akan selalu mengenangmu...


*tragisnya, saya juga doyan sekali sama makaroni
*Semoga Indonesia bisa segera menemukan bahan pengganti gandum... Semoga satu hari nanti makaroni, Indomie dan tepung terigu bisa dibuat dari bahan pangan yang ditanam di Indonesia... T____T


::che::

Kamis, 18 Agustus 2011

ISLAM dan resiko terkenal

ayeyeee!

apa kabar, sodara?

kata orang, jadi terkenal itu susah.
soalnya jadi sorotan orang terus-terusan. semua mata dan telinga tertuju pada si terkenal. semua memperhatikan, semua siap memberi komentar.

begitulah nasib jadi terkenal.

nah,
kalo di endonesa ini nih ya, salah satu yang masuk golongan terkenal itu agama islam. ya gimana enggak terkenal, lha wong lebih dari 80% warga negaranya memeluk agama islam kok.

maka, sebagai pihak yang terkenal, islam pun menjadi sorotan. dan saya jadi termasuk orang yang nyorot-nyorot itu. sekali lagi ya, gimana enggak nyorot, lha wong hampir semua orang di sekitar saya tuh islam. tiap hari saya juga menghadapi ritual-ritual islam. panggilan doanya aja saya denger sahut-sahutan dari masjid lima kali sehari. bahkan saya tu sampe hafal salam-salamnya dan beberapa potong doanya, saking seringnya saya denger di kehidupan sehari-hari. bahkan salah satu sumber hukum di negara saya endonesa tercinta ini dalah hukum islam, sodara-sodara! sungguh, islam sangat mempengaruhi hidup saya.


saking dekatnya hubungan personal saya dan islam ini, wajar lah ya, kalo kadang-kadang saya juga ngasih hasil refleksi, pendapat, komentar atau sedikit masukan tentangnya. namanya juga in relationship. hahahaa


kadang ada yg panas kalo saya cuap2 soal islam, lisan maupun tulisan. sebenernya gak perlu gitu lah. biasa aja.

kan bakal jadi aneh, ya, kalo orang bisa menerima ketika islam menjadi bagian penting dalam hidup saya (dengan segala ritualnya, dsb, dsb); tapi jadi berang atau tidak ingin saya "menjadi bagian dari islam" melalui bergaia tulisan, refleksi, pendapat, dsb, dsb.

*seperti pasangan yang lagi in relationship lainnya, hubungan yang 'tidak saling' itu tidaklah sehat, sodara.*


yaa, jadi demikianlah, sodara-sodara, pak, bu.


namanya juga resiko jadi terkenal. :p


oya,
sebenarnya saya cuap-cuap tentang banyak hal juga kok, dan saya tulis sebagian dari cuapan2 itu di fesbuk ini. termasuk tentang katolik yang kebetulan adalah agama saya, serta hal-hal lainnya. topik2 itu bahkan lebih banyak dari cuapan2 yang isinya senggol2 islam.


tapi saya berani taruhan, paling banter anda cuman ngelirik doang. udah. enggak ada minat untuk ngelanjutin bacanya ato ngasih komen. (kecuali kalo anda adalah orang yang terpaksa baca n komen karena saya tag)
kenapa? karena topiknya enggak terkenal, gak ngefek ato gak ada hubungannya ke hidup anda! enggak penting banget buat anda untuk tahu soal itu. ya to?



dan kayaknya,,
sebagian besar dari anda baca catatan ini juga karena ada kata 'islam' yang saya tulis pake huruf kapital di judulnya.




demikianlah sodara-sodara...

terima kasih sudah mampir n baca.
semoga gak nabok saya kalo ketemu nanti.



*dan ngengat2 pun terbang mendekati api yang terang dan hangat....* 


::che::

Senin, 15 Agustus 2011

Hari-Hari di Pancake’s Company [1]: Puasa dan Piring-Piring Berisi


Hari ini adalah puasa keempat belas di bulan Ramadhan, dan hari keempat puluh empat saya di Pancake’s Company. Seperti biasa, hari-hari di sini selalu menyenangkan. Omset agak menurun, dan kami jadi sedikit berleha-leha di jam kerja, tapi tetap ceria. Haha :D

Satu lagi yang tak berubah di bulan Ramadhan ini: tumpukan piring berisi sisa makanan. Yap, sekitar sepertiga dari piring-piring yang kembali ke dapur masih berisi pancake, waffle, spaghetti, atau makanan lainnya. Kadang juga berisi tumpukan keju yang telah disisihkan, atau buah-buahan sisa dari pancake fruity ice cream.
Fiuuuhhh…

Bulan ini bulan puasa. Setahu saya, puasa itu latihan menahan diri dari berbagai nafsu. Nafu makan, nafsu minum, nafsu marah, nafsu ini-itu-ini-itu. Puasa adalah latihan berempati pada orang lain, terutama kaum miskin dan papa. Orang yang berpuasa, dalam hal ini Muslim, mau tidak mau jadi lapar dan haus karena tidak makan dan minum selama sekitar 13,5 jam. Mereka dilatih untuk tahu bagaimana rasanya tidak bisa makan, seperti yang dirasakan orang fakir.

Namun sepertinya puasa berakhir sebagai ritual tahunan biasa yang kehilangan makna. Setidaknya itulah kesimpulan yang saya ambil dari piring-piring berisi sisa makanan itu. Puasa, ternyata tak membuat yang berpuasa lebih menghargai apa yang bisa ia makan. Puasa, ternyata tak sanggup mengingatkan mereka pada pengemis, pemulung, pak becak, orang gila, juga pengamen yang berseliweran di depan Pancake’s Company atau di perempatan-perempatan yang mereka lalui. Puasa, ternyata tak membuat mereka sadar bahwa saat ini krisis makanan besar terjadi di dunia dan membuat orang-orang di Somalia, Kenya, Namibia mati kelaparan.

Dan saya pun membuang sisa spaghetti ke plastik sampah.

Srek, srek, srek…


::che::

Rabu, 27 Juli 2011

Childhood


*a song by Michael Jackson*

If you really want to know about me, there is a song I wrote,
which is the most honest song I've ever written.
It's the most autobiographical song I've ever written. They should listen to it. That's the one they really should listen to.
It's called Childhood.
[Michael Jackson]


Have you seen my childhood?
I'm searching for that I come from.
'Cause I've been looking around in the lost and found of my heart.

No one understands me.
They view it as such strange eccentricities,
'cause I love such elementary things.
It's been my fate to compensate,
for the childhood I've never known.

Have you seen my childhood?
I'm searching for that wonder in my youth
like pirates in adventurous dreams of conquest and kings on the throne.


Before you judge me,
try hard to love me.
Look within your heart then ask,
Have you seen my childhood?


People say I'm strange that way,
'cause I love such elementary things.
It's been my fate to compensate,
for the childhood I've never known...


Have you seen my childhood?
I'm searching for that wonder in my youth.
Like fantastical stories to share,
The dreams I would dare,
Watch me fly...


Before you judge me,
try hard to love me.
The painful youth I've had.

Have you seen my childhood?


::che::

Kamis, 24 Maret 2011

Manusia itu Wabah, bukan?




23 Maret 2011

Tadi malam aku menangkap tikus got yang masuk ke kos-kosan. Tidak ada niat untuk membunuhnya. Hanya ingin menangkap dan mengeluarkannya dari kos.
Setelah semalaman kukurung di keranjang sampah dan kuberi makan, tadi pagi kumasukkan ia ke dalam kresek. Hendak kubuang ia di tempat pembuangan sampah besar dekat kampus. 
Namun aku melakukan kebodohan. ikatan kresek terlalu kencang, dan si tikus kutinggalkan di dalamnya begitu lama. Satu jam kemudian, di TPS, kubuka kresek itu dengan harapan si tikus segera bebas dariku. nyatanya, ia sudah mati lemas. sepertinya kehabisan oksigen.



Sedih sekali rasasnya. Ada rasa bersalah yang besar...

Bagaimanapun juga, tikus itu hanya mencari makan. pasti mereka tak bermaksud mengganggu atau menyebarkan penyakit. Hanya mencari makan... 


***

Kadang aku bingung, mengapa manusia (termasuk aku) merasa begitu jijik dengan hewan-hewan seperti kecoa, nyamuk, lalat, lipan, dan tikus. Hewan-hewan itu diperlakukan layaknya monster jahat yang harus dibunuh. Mereka dianggap mengganggu. Padahal kalau dipikir-pikir, apa sih salah mereka? Jika nyamuk menggigit kita, ya memang begitu siklus alamnya. Mereka tidak cuma makan darah kita, kok, tapi juga darah hewan2 lain seperti sapi dan anjing. Lalu, jika kecoa, semut, atau lipan berkeliaran di rumah kita, itu pun bukan salah mereka. Rumah-rumah kita ini berdiri di atas tanah yang dahulunya merupakan tempat tinggal mereka. Kita itu cuma menumpang di lahan mereka... Maka konsepnya harusnya ya hidup bersama. Kalau sesekali mereka muncul, ya wajar. Tak semestinya kita membunuh mereka yang sudah memberikan rumahnya bagi kita.
Bagaimana dengan tikus yang mengobrak-abrik rumah dan makanan kita?
fiuhh...
Kita, manusia, sudah terlalu banyak mengambil tempat hidup mereka. Selain mereka jadi "tak punya rumah", mereka jadi kehilangan lahan pangan pula. Kalau kita mau sadari, coba lihat, berapa banyak sih lahan kosong yang tersedia di sekitar rumah kita? apakah luas areanya sebanding dengan jumlah hewan yang terusir dari tanah yang kita tumpangi? Apakah di lahan-lahan kosong itu tersedia tanaman atau biota-biota yang cukup untuk membentuk rantai makanan?



Mungkin wabah dan penyakit yang sesungguhnya bukan hewan-hewan itu, melainkan diri kita sendiri (manusia). Mungkin selama ini kita adalah wabah bagi semesta... bagi tanah. bagi air. bagi hewan-hewan. bagi tetumbuhan. bagi udara....
Mungkin kita ini tak beda dengan para kapitalis dan kolonialis yang kita ejek-ejek itu. Kita berkuasa, kita berdaya, kita menjajah, melakukan segala sesuatu untuk kepentingan (semu) kita, kesenangan kita.


 ***

Maafkan aku, tikus...


::che::

Kamis, 21 Oktober 2010

Mati

Seorang polisi di Lamongan mati kelelahan ketika mengamankan demo mahasiswa.
Di televisi aku melihat mahasiswa mendorong-dorong polisi dan berteriak-teriak.

Ya Tuhan, kenapa sih harus ada gituan? Emang gak bisa ya menyampaikan aspirasi tanpa kekerasan?

Apa sih yang bisa dihasilkan oleh kekerasan? Kekerasan baru? Dendam?
Mungkin banyak efek yang kita gak tau! Hilangnya pencari nafkah keluarga. Adik-adik korban kehilangan sahabat mereka.

Ahh..
Lihat wajah ibu polisi itu! Tidak menangis. Hanya diam terpekur.

Tidak kulihat bedanya dengan ibu para mahasiswa yang mati ditembak polisi. Mereka gak tau politik. Mereka gak tau demo-demo itu tentang apa. Yang mereka tau, anaknya mati.

Mati.

Yang mereka kandung susah payah. Yang mereka lahirkan dengan taruhan nyawa. Yang mereka besarkan dengan hutang dan keringat.
Mati.

::che::

Kamis, 09 September 2010

I believe in God, not the priests



I believe in God, not the priests. Especially the homophopic, patriarchal, unrealistic, and discriminative one.




Ya, saya akui bahwa saya jengah.


Hari ini saya membaca beberapa buletin dan majalah gereja katolik dan sejenisnya. Seperti biasa, semuanya berisi tentang cinta kasih. Ajaran untuk mengampuni. Renungan-renungan dan wejangan tertulis yang menyatakan kita harus mencintai sesama apa adanya bla bla bla.


Bosan, saya beralih ke fesbuk. Oh shit... Status seorang pastor muncul di beranda saya. Seperti biasa, ia menggulirkan kata-kata "bijak" andalannya. Seperti biasa juga, saya meradang membacanya.


Dua tahun yang lalu, pastor itu mendesak seseorang untuk mundur dari pekerjaannya. Lesbian tidak pantas bekerja di institusi katolik. Begitu menurutnya, dan menurut para atasannya yang semuanya adalah pastor juga.


Dua tahun lalu ia berkata pada orang itu bahwa sebenarnya ia tidak sepakat dengan keputusan atasan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.


Fakta itu membuat saya geram. Muak. Dia terkenal karena kotbah-kotbah indahnya. Banyak orang mengaguminya. Dulu saya pun termasuk dalam pengagum itu, dan saya menyesalinya.








Fesbuknya mengingatkan saya pada pastor lain.
Dua tahun yang lalu, orang tua saya membawa saya ke hadapannya. Seorang pastor yang sangat terkenal sebagai ahli kitab suci. Saya masih ingat bagaimana cara ia memandang dan menghakimi saya layaknya sampah dan penyakit yang harus disembuhkan. Saya masih ingat bagaimana ia membentak saya dan sama sekali tidak memberi saya kesempatan untuk bicara.


Sungguh lucu. Saya rasa orang jelata bahkan tidak butuh sekolah dan gelar 'ahli kitab suci' untuk bisa memahami inti kitab suci: cinta kasih. Pada siapapun. Without borders.




Sementara itu, tahun lalu salah satu sahabat pacar saya meninggal. Penyebabnya pembekuan darah di otak belakang, yang merupakan efek dari siksaan suaminya selama bertahun-tahun. Sebagai seorang katolik, ia berkali-kali mengonsultasikan masalah keluarganya pada pastor. Apa yang ia dapat? Wejangan untuk bersabar dan peringatan bahwa gereja katolik melarang perceraian, tanpa bisa mengatasi masalah mereka dan menghentikan kekerasan si suami padanya.


Hasilnya? Matilah ia.






Apakah semua pastor kenalan saya itu buruk? Tidak. Beberapa pastor sangat menggugah hati saya. Karena kesediaan mereka turun ke tanah dan menyatu dengan manusia-manusia lainnya. Karena keterbukaan pikiran mereka dalam menyikapi hidup. Karena kesediaan mereka mendengar, melihat, dan merasakan pengalaman-pengalaman orang lain. Karena kerendahatian mereka. Karena kecerdasan mereka dan keberanian mereka mempertanyakan dogma.


Sayang saya hanya mengenal sedikit pastor macam itu. Sisanya?
Masih mendengungkan kotbah-kotbah beracun di telinga saya. Masih terbuai oleh makanan-makanan enak dan berbagai fasilitas gratisan tiap hari di singgasananya.


::che::

Jumat, 15 Januari 2010

Palestina=Muslimin???

Lama-lama saya lelah baca tulisan ini:

Penghinaan (penyerangan, penzaliman, blablabla) kaum zionis terhadap kaum muslimin.


Kenapa sih tulisan orang Indonesia mengenai konflik Israel-Palestina hampir selalu mengandung kata-kata itu? Heran deh. Parahnya lagi, kenapa banyak yang mengamini begitu saja? Lalu ikut berteriak-teriak (katanya) demi membela agama. Astagaa....


Coba, ya, baca! Cari buku, cari tulisan-tulisan atau sumber yang bisa dipercaya tentang konflik itu. Cari! Baca!


Tidak semua warga Palestina adalah Muslim! Ada juga yang bukan. Misalnya Kristen. Lalu, apa iya semua orang Israel itu Yahudi? Apalagi Zionis! Bedain dong....

Baca lagi!

Bahkan Perdana Menteri dan Presiden Palestina pun menghargai yang beragama lain! Natal 2009, mereka ikut ibadah Natal di sebuat Gereja di Palestina.


Mudah sekali isu macam itu dibelokkan di Indonesia, jadi isu agama. Kenapa sih banyak yang percaya?
mungkin ini tanda kalau Bangsa kita kurang ilmu, kurang pengetahuan, kurang baca, kurang buka kuping.


Heran.
Yang di sana gak ribut soal agama kok di sini rame.


(emosi, 15 Januari 2010)
Che

::che::

Senin, 04 Januari 2010

Ada Pembunuhan

Betapa seringnya kita bersembunyi di belakang banyak alasan yang tampak luar biasa untuk satu hal:

melindungi diri sendiri.

naluri manusia, huh?

melindungi diri sendiri dan membunuh orang lain.



::che::

Sabtu, 02 Januari 2010

Aku tetap tidak percaya.

09 Oktober 2009 jam 2:24

Aku, sampai saat ini, tetap tidak percaya bahwa bencana terjadi karena Tuhan ingin menghukum.


'karena pejabat2 Indonesia terlalu besar kesalahan2nya, Tuhan memperingatkan mereka'.
Tuhan yg kuyakini bukan tukang jagal, hingga menyengsarakan rakyat yg sudah sengsara.
Tuhan yg kuyakini tidak katarak, sehingga salah sasaran. Yg salah siapa, yg dihukum siapa.

'Tuhan menegur kita utk tidak berbuat dosa terus'.
Tuhan yg kuyakini bukan mahasiswa penganut SKS (Sistim kebut semalam). Ia menegurku tiap hari, dengan hal-hal kecil. Kadang aku aja yg bloon, gak merasa.



'Ini karena Indonesia telah jd negara neolib -blablabla-, mengikuti keturunan firaun -bla bla bla'.

Sudahlah. Itu tidak membantu. Korban lapar. Korban kedinginan. Korban trauma. Korban tak punya desa. Korban gila ditinggal mati keluarga. Korban butuh baju. Korban butuh softek. Korban butuh susu. Korban butuh dukunganku, mu.

Ini resiko hidup bersama. Manusia-bumi-semesta. Tuhan bs membiarkan bumi lbh luluh lantak seketika krn relasi manusia-bumi ancur. Toh dia ttp ngirim 'agen' utk mmperbaiki relasi itu, to?! Ada2 aja. Semua2 kok mengesankan Tuhan tu kejem banget. Gak mau usaha sih. Cari kambing hitam mlulu. Moga2 kotbah misa bsok gak gt jg. Bah.

Ahh. Dah ah!
*brasa tolol*

Skali lagi, Sudahlah. Itu tidak membantu. Korban lapar. Korban kedinginan. Korban trauma. Korban tak punya desa. Korban gila ditinggal mati keluarga. Korban butuh baju. Korban butuh softek. Korban butuh susu. Korban butuh dukunganku, mu.

Ayo.

::che::

selamat malam, Ambar...


25 September 2009 jam 15:38

Berita lelayu dari Sosro Kulon, telah meninggal putri mbak Ita, yang bernama Ambar, yg lucu, pintar, dan yg selalu ceria saat mengikuti workshop di RDP...


9-Sept-2009
16:11:29


Doo a deer, a female deer...
Ray, a drop of morning sun...
Me, a name I call my self.
Far, a long long way to run...


bayangan anak-anak menyanyi dan menari langsung memenuhi otakku. Imas, Ambar, Robby... Risma.. Salsa..Akbar..
terbayang pertengkaran mereka yang selalu membuatku pusing di tiap pertemuan. terbayang bagaimana bingungnya aku ketika mereka ingin dangdutan.

ambar... ia ingin menyanyikan Cinta Terlarang-nya the Virgin diiringi keyboard. berkali-kali ia datang di latihan dangdut. tak menyerah meski disarankan untuk menyanyi yang lain.

ambar... di hari H ia mengejutkan semua orang dengan dandanannya yang seperti orang dewasa. ia didandani tetangganya. =)... badannya berkilap-kilap penuh glitter. kelopak matanya berwarna biru. bibirnya bergincu. sepatu bot terpasang di kakinya. aku tertawa. menertawakan orang yang berusaha membuatnya jadi seperti penyanyi dangdut dewasa. tertawa, karena usahanya gagal. ambar tetap manis dan imut, polos, layaknya anak-anak pada umumnya... =)


doo, a deer, a female deer...
ray, a drop of morning sun...


***

banyak orang berkata, kematian adalah anugerah. ia membebaskan seseorang dari beratnya hidup di dunia.
namun,
kabar duka tetap tak pernah terdengar indah di telingaku. selalu menyakitkan. selalu menyedihkan.

apalagi mendengar kabar duka tentang ambar.


aku merasa seperti kehilangan satu harapan baru.

aku bertanya-tanya, kenapa alam harus memanggil dia sekarang. kenapa ia harus pergi di usia sebelia ini. kenapa ia harus terserang penyakit jantung. kenapa ia harus operasi hari itu. kenapa ia tak kuat. kenapa ia tak diberi kesempatan merasakan indahnya dunia ini lebih lama lagi...


aku belum mendapat jawaban.
aku tak mendapat jawaban...



aku sedih.

ia tak ada. keceriaannya tak bisa kulihat lagi.

tapi lama-lama kusadari juga, semangatnya tetap ada. tak hilang. bahkan mempengaruhiku untuk menulis tentang dia.

akan kukenang semangatnya. kekerasan hatinya mendapatkan keinginannya. usahanya untuk mendamaikan teman-temannya yang bertengkar. keuletannya merangkai perhiasan dari manik-manik. kukenang ceritanya dan m impinya untuk membuat banyak perhiasan lucu dan menjualnya. aku mencintai mimpinya.


terima kasih sudah hadir dalam hidupku, sayang. terima kasih sudah membagi terangnya bintangmu dan mimpi-mimpi kecilmu padaku. terima kasih.. Kau mengingatkan aku tentang indahnya bermimpi...tentang indahnya bergelut untuk meraih mimpi itu.

selamat jalan..


aku tak tahu apa yang terjadi padamu sekarang. tapi kupikir, kamu pasti senang. bukankah kau bisa terbang meraih bintangmu sekarang? rangkailah jadi perhiasan yang indah! biar kulihat dari sini... biar menjadi semangatku, terutama saat aku gundah dan mulai putus asa. saat aku meragukan impianku...

selamat malam, Ambar sayang...

::che::

Sabtu, 12 Desember 2009

Karanganyar.


11 Desember 2009 jam 11:46

Bajingannnn!!!


Dasar orang gila! Gak tahu diri! Gak tahu adat!!

Hajar aja! Bunuh sekalian! Perusak anak orang!

***

Jogja, 10 Desember 2009

Pagi itu saya bangun dengan was-was.
Usai mandi, saya ngebut menuju agen bis. Masih dengan hati gundah. Mbak Etik dan Ryan sudah menunggu. Rasanya saya menangkap 'ketakutan' yang sama dari mata Ryan. Bisa jadi saya salah.

Dua jam perjalanan. Kami banyak bicara. Sekali waktu kami melirik Pleidooi. Berkas pembelaan.

*

Pengadilan Negeri Karanganyar ini lebih ramai dari sebelumnya. Ada beberapa teman LBT dari Solo. Ada wartawan. Lengkap dengan kamera-kamera mereka. Rupanya ada yang mengundang media secara sembarangan.

Dimas ada di balik jeruji itu. Tempat transit tahanan sebelum bersidang. Kegundahannya tampak jelas.

"Mas! Kalo mau motret potret aja!! Sini! Gak usah sembunyi-sembunyi!"
Ia marah pada wartawan.

"Kemarin aku muntah darah lagi, Mbak."

*

"Kamu punya flexi nggak?"
"Gak ada, Mas."
"Temen-temenmu ada yang punya gak?"
...
"Gak, Mas. Kamu mau telpon?"

Ryan meminjamkan ponselnya. Dimas makin gusar. Tampaknya yang telponnya tidak diterima. Ia menangis.

*

Saya menunggu. Tak ada keluarga yang datang. Tidak ada teman yang datang. Hanya kami. Orang yang sangat ia harapkan untuk datang pun tidak ada.

*

Tiba saatnya. Kami mengelilinginya. Memastikan wajahnya tak terekspos kamera.

Sidang hampir diskors karena Dimas menangis. Tapi ia tak mau ditunda lagi.

*

putusan dibacakan. Penipuan dan pencabulan anak. Pidana penjara empat tahun enam bulan dan denda 60 juta, yang jika tak dibayar bisa digantikan dengan enam bulan kurungan.

Dimas pingsan. Media mengerubuti.

*

Ruang tahanan. Masih pingsan. Saat sadar, ia minta ke kamar mandi. Saya menemani.
Pintu dibuka. Dimas keluar dengan mulut penuh darah.

Kembali ke ruang tahanan, dan ia muntah lagi. Darah. Banyak darah. Cair, bercampur lendir. Ia pindah, duduk di bangku, dan muntah lagi. Darah yang kental dan menggumpal-gumpal.

*

Dimas yang pucat meronta. Tak mau dibawa ke rumah sakit.

"Saya mau pulang saja! Jangan bawa saya ke rumah sakit!"

Rupanya LP telah menjadi rumah baginya.

*

Saya dan Ryan menemani di mobil tahanan. Lima menit kami diam. Dimas seperti tidur. Tiba-tiba tangannya menyentuh saya, mencari-cari. Saya pikir ia minta minum, ternyata bukan. Sambil 'tidur', ia menggenggam tangan saya. Jari-jari kami bertautan. Erat sekali. Sampai sakit rasanya. Tiba-tiba saya merasakan kesepiannya... saya merasakan ketakutannya pada sendiri.

Dua menit. Ia lepas tangan saya. Lalu duduk tegak, dan mengucap doa...

Bismillah ir-Rahman ir-Rahim....

***

"Dimas itu kasihan. Dia itu nggak punya siapa-siapa. Dimas itu menyalahkan dirinya sendiri terus-terusan. Bahkan di pengadilan pun dia mengaku bahwa dia ingin bunuh diri. Dimas itu butuh teman, butuh pendampingan. Untuk menguatkan dia itu lho! Untuk memberi tahu dia bahwa apa yang dia rasakan itu tidak salah, bahwa kita memang punya hak atas seksualitas kita!"

"Aku itu sampai heran lo, kenapa kok justru teman2 LBT ini sepertinya kurang simpati pada Dimas. Padahal harusnya justru kalianlah yang lebih tahu perasaan Dimas, dibandingkan kami yang hetero ini."

***

Hingga saat ini, saya merasa tidak tenang.

Saya bangun dengan mimpi buruk. Saya ditangkap, dihajar, dijebloskan ke penjara. Saya dihajar oleh kepolisian dan kejaksaan. Pasangan saya dipaksa melihat saya dihajar hingga muntah darah, hingga ia mau memberi kesaksian palsu sesuai keinginan mereka. Media memberitakan saya dengan keterangan yang tidak benar dan menyudutkan. Semua orang menghujat saya...

Malam saya dihantui pengalaman Dimas. Saya seolah mengalami apa yang dia alami.

***

Teman-teman, Dimas tidak seperti kita yang punya banyak akses dan berpendidikan tinggi, bisa kuliah. Dimas tidak tahu wacana seksualitas. Dia tidak tahu menahu tentang gerakan LGBT. Bahkan, bukan tidak mungkin dia tidak tahu bahwa dalam ilmu psikologi, homoseksual itu bukan penyakit. Bahwa yang merupakan penyakit itu justru rasa malu, minder, ketakutan berlebihan atas orientasi seksualnya itu. Dimas hanya tahu bahwa dirinya sendiri menyukai perempuan, dan apa yang ia rasakan adalah 'dosa' di mata masyarakat. Sesuatu yang laknat. Dimas tidak tahu, bahwa hukum kita bisa jadi sangat kejam pada kaum homoseksual. Ia buta hukum.

***

Semoga, kita yang tahu dan paham wacana ini tidak berhenti pada wacana. Semoga kita mampu mengaplikasikan apa yang kita punya. Semoga kita tidak lupa pada teman-teman LGBT lain yang membutuhkan penguatan kita. Semoga di tengah kesibukan kita, komunitas kita, atau lembaga kita, kita masih sempat menengok mereka. Semoga dari uang yang kita dapat, ada yang bisa disisihkan untuk mendukung mereka, entah apapun bentuknya.

Semoga, dengan semua akses yang kita punya, kita bisa terus menyebarkan informasi pada teman-teman kita. Semoga, suatu saat nanti, tidak ada lagi yang kesepian dan merasa ditinggalkan seperti Dimas. Semoga kita mampu menjadi keluarga, terutama bagi mereka yang ditinggalkan oleh sanak saudaranya.

Semoga segala pengalaman yang kita punya bisa mengasah empati kita.

Semoga, perjuangan HAM kita tidak melayang di atas angin.




::che::