twitter
    Celebrating the T in LGBT
Tampilkan postingan dengan label Gereja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gereja. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 September 2010

I believe in God, not the priests



I believe in God, not the priests. Especially the homophopic, patriarchal, unrealistic, and discriminative one.




Ya, saya akui bahwa saya jengah.


Hari ini saya membaca beberapa buletin dan majalah gereja katolik dan sejenisnya. Seperti biasa, semuanya berisi tentang cinta kasih. Ajaran untuk mengampuni. Renungan-renungan dan wejangan tertulis yang menyatakan kita harus mencintai sesama apa adanya bla bla bla.


Bosan, saya beralih ke fesbuk. Oh shit... Status seorang pastor muncul di beranda saya. Seperti biasa, ia menggulirkan kata-kata "bijak" andalannya. Seperti biasa juga, saya meradang membacanya.


Dua tahun yang lalu, pastor itu mendesak seseorang untuk mundur dari pekerjaannya. Lesbian tidak pantas bekerja di institusi katolik. Begitu menurutnya, dan menurut para atasannya yang semuanya adalah pastor juga.


Dua tahun lalu ia berkata pada orang itu bahwa sebenarnya ia tidak sepakat dengan keputusan atasan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.


Fakta itu membuat saya geram. Muak. Dia terkenal karena kotbah-kotbah indahnya. Banyak orang mengaguminya. Dulu saya pun termasuk dalam pengagum itu, dan saya menyesalinya.








Fesbuknya mengingatkan saya pada pastor lain.
Dua tahun yang lalu, orang tua saya membawa saya ke hadapannya. Seorang pastor yang sangat terkenal sebagai ahli kitab suci. Saya masih ingat bagaimana cara ia memandang dan menghakimi saya layaknya sampah dan penyakit yang harus disembuhkan. Saya masih ingat bagaimana ia membentak saya dan sama sekali tidak memberi saya kesempatan untuk bicara.


Sungguh lucu. Saya rasa orang jelata bahkan tidak butuh sekolah dan gelar 'ahli kitab suci' untuk bisa memahami inti kitab suci: cinta kasih. Pada siapapun. Without borders.




Sementara itu, tahun lalu salah satu sahabat pacar saya meninggal. Penyebabnya pembekuan darah di otak belakang, yang merupakan efek dari siksaan suaminya selama bertahun-tahun. Sebagai seorang katolik, ia berkali-kali mengonsultasikan masalah keluarganya pada pastor. Apa yang ia dapat? Wejangan untuk bersabar dan peringatan bahwa gereja katolik melarang perceraian, tanpa bisa mengatasi masalah mereka dan menghentikan kekerasan si suami padanya.


Hasilnya? Matilah ia.






Apakah semua pastor kenalan saya itu buruk? Tidak. Beberapa pastor sangat menggugah hati saya. Karena kesediaan mereka turun ke tanah dan menyatu dengan manusia-manusia lainnya. Karena keterbukaan pikiran mereka dalam menyikapi hidup. Karena kesediaan mereka mendengar, melihat, dan merasakan pengalaman-pengalaman orang lain. Karena kerendahatian mereka. Karena kecerdasan mereka dan keberanian mereka mempertanyakan dogma.


Sayang saya hanya mengenal sedikit pastor macam itu. Sisanya?
Masih mendengungkan kotbah-kotbah beracun di telinga saya. Masih terbuai oleh makanan-makanan enak dan berbagai fasilitas gratisan tiap hari di singgasananya.


::che::

Senin, 04 Januari 2010

Jagal!

Ada bayi-bayi rumput digantung. Di pohon yang mengering dengan nyala merah. Mati.

Orang-orang itu muncul dan berteriak-teriak. Layaknya kesetanan. Ada parang di tangan mereka. Tiap bayi yang tergeletak dijambak rambutnya. Mereka angkat tinggi. Mereka tebas kepalanya.

Saat itu, tiap ibu akan mengutuki hidupnya. Sebab telah melahirkan anak hanya untuk ditebas. Demi keamanan penguasa. Tiap ibu kehilangan akalnya. Menggendong mayat-mayat kecil tak berkepala. Ibu tertawa, Karena tak punya lagi air mata. Mereka kecupi kepala-kepala di tanah. Disambungnya jari-jari yang putus. Mereka tatap mata-mata kosong itu, mereka ajak bicara.




Anak di sebelahku menangis ketakutan meraih ibunya. Seram, katanya.


Beruntunglah, Nak. Di usia belia kamu telah melihat nyata.


Pembunuhan bayi-bayi di masa Herodes itu, bagi aku yang berusia 10 tahun, hanya terdengar seperti angin. Cerita lalu.


Rasakan kengerian ini, Nak. Kenanglah. Semoga menjadi penjaga nuranimu.





22.46
2 Jan 2010
Stasi 8, jalan salib natal
Humanity of Mary

::che::

Keperempuanan Maria!

Saya baru melihat patung terindah.




***
Jalan Nalib Natal.
Mulanya saya melengos saat membaca bagian akhir susunan acara. Pemberkatan patung Maria. Ah, paling patungnya gitu-gitu aja. Lokasi acara saat itu sangat gelap. Lampu hanya dinyalakan untuk keperluan pertunjukan. Patung Maria itu sendiri sengaja disetting untuk tidak terlihat hingga saatnya tiba.


Di akhir acara, saya duduk ngelesot di belakang kerumunan. Saya malas melihat patungnya. Saat menguap, tak sengaja mata saya menatap layar LCD. Saya melongo. Patung itu,
jauh dari bayangan saya...




Itu bukan patung maria yang kurus-berkerudung.
Bukan Maria yang menatap malu-malu ke bawah, atau kadang melirik ke depan, dengan rosario di tangan.
Bukan juga Maria yang menggendong bayi Yesus.
Atau Maria yang sedang bersama Yusuf.








Maria ini,


sendiri.
Ia tetap berkudung.
Tapi tidak kurus kering.
Ia...
perempuan...




Perutnya besar...
Dadanya sangat penuh,
bentuknya tak disembunyikan seperti patung lainnya.
Badannya pun lebih berisi, tidak kurus kering.


Tangannya,,,


tangannya sedang mengelus perutnya.
Ia sedang hamil, rupanya!
Matanya bukan mata malu-malu.
Mata tajam dan penuh kebanggaan.
Mata itu sedang menatap perutnya, dengan senyum di bibirnya!


Oh! apakah yang sedang ia rasakan?
Apakah ia sedang menikmati tendangan bayinya?
Atau sedang menikmati kebersamaan mereka?
jangan-jangan ia sedang mengagumi tubuhnya yang indah?


Patung ini luar biasa.


Maria ini, bukan Maria yang terpaksa mengikuti kemauan publik.


Maria ini, bukan maria yang dituntut untuk tampil lemah lembut dan malu-malu.


Atau yang harus menutup tubuhnya, berkahnya, dengan berlapis-lapis kain.
Bukan pula Maria yang harus memamerkan anaknya.
Ia juga tak sibuk berpose dengan tangan diangkat, atau tampak berdoa dengan rosario, atau berpose bersama Yusuf sebagai keluarga Nazareth yang saleh.






maria ini adalah Maria.
maria yang memiliki,


menikmati dirinya sendiri.


yang sedang tidak disibukkan oleh urusan artifisial.


Maria ini adalah maria yang otonom.




Maria ini sangat menikmati keperempuanannya...






maria,


Semoga maria-mu hadir di mana-mana.




malam ini aku mensyukuri keperempuananmu,
nama kita,
keperempuanan kita.




2 januari 2010,
10.34


::che::