twitter
    Celebrating the T in LGBT
Tampilkan postingan dengan label KataChe. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KataChe. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Juni 2012

Nongkrong Bareng PeaceGen dan Save Diversity

Hari ini Peace Generation ulang tahun kesepuluh. Satu dekade! Waow, menginjak remaja! :))

Menjadi bagian dari PeaceGen adalah sebuah kebanggaan. Sungguh merupakan proses yang luar biasa dan tak ternilai harganya.

Malam tadi, saya mempertemukan PeaceGen dengan teman2 dari @savediversity dan komunitas LGBT. kami akan bekerja sama untuk pemutaran film Sanubari Jakarta 17 Juni ini.

Sepanjang diskusi, saya tak henti-hentinya tersenyum. Empat tahun bersama PeaceGen, saya berhasil mendatangkan teman2 komunitas LGBT sebagai teman belajar di berbagai forum diskusi, termasuk saat Peace Camp. Tapi, seingat saya, baru kali ini kami benar2 bekerja bersama. Bukan untuk acara yang besar, memang, juga bukan long-term program. Baru sebuah pemutaran film saja. Tapi, saya percaya ini akan membawa kami pada kegiatan-kegiatan lainnya. Semoga.

Saya bangga melihat antusiasme teman2 untuk acara ini. Meski tak mampu menyembunyikan rasa takut atas kemungkinan serangan, ancaman, atau pembubaran yang bisa kami terima, PeaceGeners tetap semangat dan ceria, seperti selalu. Obrolan yang dimulai dengan malu-malu akhirnya mengalir dengan hangat dan lancar. Bahkan melebar ke topik2 lain, seperti HIV/AIDS dan kekerasan2 atas nama agama.

Entahlah. Saya sebetulnya tak fokus pada topik obrolannya. Saya terlalu berbunga-bunga melihat senyum kawan2. Hahaha...

Terima kasih, kawan-kawanku. Semangat generasi damai sungguh mengalir dalam nadi kalian.

#SatuDekadePeaceGen


-ema

Minggu, 10 Juni 2012

Pocong [2]



Pocong.


Apa yang terlintas di benakmu ketika membaca kata itu?






Di benak saya  langsung terbayang bentuknya, lengkap dengan wajah dan aura buruknya yang biasa dimunculkan di film atau acara televisi. Ugh.




Karena tak pernah melihat (baca ceritanya di Pocong [1]), maka satu-satunya sumber informasi yang saya dapat tentang bentuk jenasah berkafan alias pocong adalah dari televisi dan film. Tahu sendiri, kan, bagaimana media2 itu menggambarkan pocong? Hantu mengerikan (yang bentuknya sulit saya jelaskan di sini) dengan wajah dan aura buruk rupa serta mengganggu manusia. Nah! Sempurna! Gambaran itulah yang menempel erat di benak saya!




Dua hari belakangan, saya mendadak harus berhadapan dengan jenasah sobat saya yang sudah dikafani (Pocong [1]). Selama dua hari itu pula, saya berusaha keras memberikan sugesti positif pada diri sendiri.

"Itu ayah sobat baikmu, Ema!"
"Oke, itu ayah sobat, ayah sobat, ayah sobat. Segalanya akan baik-baik saja."


Tapi apa daya, yang muncul di kepala tetap gambaran pocong2 di tivi dan film itu. Huaaaaaa......




Akhirnya tadi malam saya ke rumah sobat lagi. Tujuannya dua, yasinan dan tahlilan, dan mencari sugesti positif lagi. Kalau tak saya lakukan, saya bisa begadang berhari-hari karena ketakutan, nih! Dan gak akan berani ditinggal di kamar sendirian sama partner. Kayak kemarin petang, nih, saya nangis dong gara2 pas bangun tidur partner saya tau2 udah rapi dan siap pergi mengajar. Jadilah saya ikut dia pergi sambil terkantuk-kantuk.




Demikianlah.
Di rumah sobat tadi, saya sengaja memandangi foto ayahnya berlama-lama. Rasanya seperti bercakap-cakap dengan beliau. Saya pandangi senyumnya, saya ingat semangat dan keramahannya di hari-hari terakhir di rumah sakit, saya ingat bagaimana ia bertutur tentang sobat, saya coba rasakan lagi hangat tangannya yang menggenggam saya... dan berhasil. Ia mampu mengalahkan bayangan2 di kepala saya.




*Selamat jalan, Oom. Senang sempat mengenalmu. Karena engkau juga lah saya bisa berteman baik dengan anakmu. Terima kasih, ya. :) Doakan kami dari sana.*





-ema

Jumat, 08 Juni 2012

Pocong [1]

Saya bukan seorang muslim, dan tumbuh besar di lingkungan katolik. Saya terbiasa melihat prosesi kematian orang katolik, dan sangat tidak terbiasa melihat prosesi kematian seorang muslim. Saya berkali-kali melihat jenasah dalam peti, dan hampir tak pernah melihat jenasah berkafan. Waktu kakek saya yang seorang muslim meninggal, saya tidak bisa melihat jenasahnya yg sudah dikafani. Begitu juga ketika Pakdhe (paman) meninggal, satu-satunya kemungkinan melihat jenasah berkafannya adalah ketika pemakaman. Tapi karena saya perempuan dan bukan keluarga inti, saya tidak boleh berada di ring satu kuburan beliau, melainkan di barisan luar, sehingga lagi2 saya tak bisa melihatnya.

Senin, 04 Juni 2012

Solidaritas? Sampah.

Senin, 4 Juni 2012 dini hari, satu lagi suporter sepak bola Indonesia harus meregang nyawa. Kali ini, korbannya berasal dari Surabaya. Namanya Tomi, siswa kelas XII SMKN 5 (STM Pembangunan) Surabaya. Ia ditemukan tergeletak di tribun penonton setelah  kerusuhan antara suporter (bonek) dan polisi berakhir. Tomi meninggal setibanya di rumah sakit, dengan lebam-lebam di pipi kanan dan pinggang belakang. Penyebab kematian Tomi sendiri belum diketahui, tapi kemungkinan besar ia mati terinjak-injak.

Kejadian ini memembuat saya geram, semakin geram.

Selama ini, suporter bola Indonesia selalu mengagungkan kekompakan dan solidaritas kelompok masing-masing. Setiap saya berdiskusi dengan teman yang menjadi suporter fanatik klub bola tertentu, saya pasti mempertanyakan alasan mereka melakukan perkelahian, tawuran, dan penyerangan (yang semuanya adalah bentuk kekerasan). Jawabannya cuma satu, tidak lain dan tidak bukan: solidaritas! Kata mereka, mana mungkin mereka diam ketika tim yang mereka dukung dicurangi atau dihina; mana mungkin mereka diam ketika rekan mereka sesama suporter diganggu, dilecehkan harga dirinya, oleh kelompok suporter lain?

Mereka boleh memberi argumentasi yang begitu kuat dan berapi-api pada saya. Tapi saya juga tidak akan pernah lupa, bahwa jasad korban tewas akibat perseteruan suporter selalu sendirian, terbuang, jauh dari kelompoknya! Mayat-mayat itu selalu ditemukan belakangan, dalam kondisi yang sudah "entah" wujudnya. Sebagian dari korban ditemukan mati di tempat, yang lain mati dalam perjalanan ke rumah sakit, atau justru mati di rumah sakit karena terlambat ditolong.

Halooo, kalian yang mendewakan solidaritas antar suporter! Di mana kalian berada ketika kawan kalian sekarat di dalam got karena dihajar musuh? Di mana kalian berada ketika rekan kalian kesakitan dan berjuang hidup sendirian, hampir telanjang, remuk tubuhnya, berharap masih bisa bernafas lebih lama? Sedang sembunyi di mana dewa solidaritas kalian ketika kawan kalian sendiri ada di bawah sepatu kalian, kalian injak, kalian tinggal lari? Di mana kuping itu kalian simpan ketika mereka sedang berteriak minta tolong? Orang-orang itu, adalah orang yang berdiri tegak bersama kalian d tribun penonton, yang mengerahkan segenap jiwa raga untuk membela tim tercinta. Mereka itu, yang kalian bilang harus dibela mati-matian, bukan?

Ah. sungguh omong kosong belaka. Solidaritas hanyalah pemanis bibir yang digunakan untuk menutup gunungan ego kalian. Kematian kawan kalian gunakan sebagai alasan berperang lagi, lagi, dan lagi. Aku yakin kalian tahu benar bahwa mereka takkan mati jika tak kalian tinggalkan, bahwa kalian juga lah yang membunuh mereka. Ya, kan?

::che::

Rabu, 18 Januari 2012

Hari-Hari di Pancake’s Company [2]: Menyesalkah?

Sudah dua bulan tujuh belas hari saya kerja di sini.
Dulu saya takut, takut kehilangan banyak waktu bersama teman. Jam kerja saya sore sampai menjelang tengah malam: jam produktif saya untuk berjumpa teman-teman, diskusi, tukar pikiran, bermain, saling tukar gagasan. Nyatanya, saya memang banyak kehilangan saat-saat itu.
"em, yuk kumpul pisgen!"
"wah, maaf, aku pas kerja.."


"em, hayuk ikut pertemuan jpy!"
"aduh, kok pas aku kerja, sih..."



Senin, 26 September 2011

Astaga! Naifnya saya!

Saya terlalu naif kali ya?
Kalau punya info & kesempatan selalu bagi-bagi, dengan pemikiran bahwa semua orang melakukan hal yg sama.

Ternyata tidak... Huahahahaa...
Saya jd kayak orang bego yg gak tau apa2 :P



::che::

Mahathir Mohamad

Satu hal yang saya ingat betul dari Mahathir Mohamad adalah kritikan-kritikan pedasnya terhadap tindakan Israel dan negara2 adidaya yang membiarkan tindakan itu.
Satu kali, Mahathir mendapat kecaman keras dari banyak negara karena pidatonya di konferensi negara2 Islam (OKI) . ini adalah potongan pidato yang melahirkan banyak kecaman itu:

"We [Muslims] are actually very strong, 1.3 billion people cannot be simply wiped out. The Nazis killed 6 million Jews out of 12 million [during the Holocaust]. But today the Jews rule the world by proxy. They get others to fight and die for them."

Kecaman muncul karena Mahahir dianggap mengancam perdamaian dunia, menyebarkan kebencian, menyebarkan kesalahpahaman, ofensif, dan tidak sesuai dengan nilai-nilai toleransi dan prinsip dialog. Berikutnya, mahathir bahkan dicap Anti-Semit.

[dari wikipedia: Antisemitism (also spelled anti-semitism or anti-Semitism) is "hatred toward Jews—individually and as a group—that can be attributed to the Jewish religion and/or ethnicity."[1] In its extreme form, it "attributes to the Jews an exceptional position among all other civilizations, defames them as an inferior group and denies their being part of the nation[s]" in which they reside.[2] A person who holds such views is called an "antisemite". Antisemitism may be manifested in many ways, ranging from individual expressions of hatred and discrimination against individual Jews to organized violent attacks by mobs, or even state police, or military attacks on entire Jewish communities. Extreme instances of persecution include the First Crusade of 1096, the expulsion from England in 1290, the Spanish Inquisition, the expulsion from Spain in 1492, the expulsion from Portugal in 1497, various pogroms, the Dreyfus Affair, and the Holocaust by Nazi Germany.]


Menanggapi kecaman2 itu, Mahathir tidak mengeluarkan reaksi yang (saya sebut) keras). Ia tetap tenang, tidak ada kemarahan atau kecaman balik. Jawaban Mahathir terhadap polemik ini simpel saja menurut saya, tapi sangat 'jlebb' dan masuk pada akar masalahnya.
"They feel that while it is proper to criticise Moslems and Arabs, it is not proper to criticize Europeans or Jews."
Ya, sudah menjadi rahasia umum bahwa Islam banyak mendapat kecaman, kutukan, penghinaan, dan cap teroris. Apa reaksi negara2 adidaya? Nol. Diam. Bahkan ikut dalam golongan pengutuk itu.
Namun, mengapa mereka begitu panas ketika ada orang yang mengkritik Yahudi?


Saya menerima masukan dan kritik orang pada Muslim ketika Muslim melakukan kesalahan. Namun ketika saya memberikan kritik dan masukan bagi para Yahudi yang melakukan kesalahan, mengapa saya langsung disebut sebagai penyebar kebencian dan Anti Semit? Apakah Yahudi tidak boleh dikritik, meski mereka memang melakukan kesalahan?
-Mahathir Mohamad


*Membaca, menonton, dan menyelami sepak terjang Mahathir mohamad memotivasi saya untuk melihat sesuatu secara obyektif, juga  untuk menanggapi sesuatu dilandaskan pada akal sehat, bukan kemarahan dan kebencian semata...

::che::

Senin, 15 Agustus 2011

Hari-Hari di Pancake’s Company [1]: Puasa dan Piring-Piring Berisi


Hari ini adalah puasa keempat belas di bulan Ramadhan, dan hari keempat puluh empat saya di Pancake’s Company. Seperti biasa, hari-hari di sini selalu menyenangkan. Omset agak menurun, dan kami jadi sedikit berleha-leha di jam kerja, tapi tetap ceria. Haha :D

Satu lagi yang tak berubah di bulan Ramadhan ini: tumpukan piring berisi sisa makanan. Yap, sekitar sepertiga dari piring-piring yang kembali ke dapur masih berisi pancake, waffle, spaghetti, atau makanan lainnya. Kadang juga berisi tumpukan keju yang telah disisihkan, atau buah-buahan sisa dari pancake fruity ice cream.
Fiuuuhhh…

Bulan ini bulan puasa. Setahu saya, puasa itu latihan menahan diri dari berbagai nafsu. Nafu makan, nafsu minum, nafsu marah, nafsu ini-itu-ini-itu. Puasa adalah latihan berempati pada orang lain, terutama kaum miskin dan papa. Orang yang berpuasa, dalam hal ini Muslim, mau tidak mau jadi lapar dan haus karena tidak makan dan minum selama sekitar 13,5 jam. Mereka dilatih untuk tahu bagaimana rasanya tidak bisa makan, seperti yang dirasakan orang fakir.

Namun sepertinya puasa berakhir sebagai ritual tahunan biasa yang kehilangan makna. Setidaknya itulah kesimpulan yang saya ambil dari piring-piring berisi sisa makanan itu. Puasa, ternyata tak membuat yang berpuasa lebih menghargai apa yang bisa ia makan. Puasa, ternyata tak sanggup mengingatkan mereka pada pengemis, pemulung, pak becak, orang gila, juga pengamen yang berseliweran di depan Pancake’s Company atau di perempatan-perempatan yang mereka lalui. Puasa, ternyata tak membuat mereka sadar bahwa saat ini krisis makanan besar terjadi di dunia dan membuat orang-orang di Somalia, Kenya, Namibia mati kelaparan.

Dan saya pun membuang sisa spaghetti ke plastik sampah.

Srek, srek, srek…


::che::

Sabtu, 30 Juli 2011

make up, please!


"Aku benci make uuuuuppppp.."

SMS itu baru saja dikirim sahabat baik saya, tepat beberapa jam sebelum wisuda sarjana-nya.

Lalu saya tidak bisa berhenti tertawa.
[maaf, sayang, aku tak bermaksud bersenang-senang di atas penderitaanmu :p]

lucu, sih!

beberapa hari dianggap sangat spesial bagi orang indonesia, dan dirayakan besar-besaran. salah satunya wisuda.
dan, justru di hari yang penting itu, orang -terutama perempuan!- seperti dituntut untuk tidak menjadi dirinya sendiri. menggunakan make up yang tebal, sekalipun si empunya hari-H tak menyukainya.
untuk difoto dan dikenang, katanya
hahahahaa...



aku jadi ingat di buku tahunan (year book) jaman SMA, yang dikenal juga sebagai buku kenangan.
beberapa teman berfoto dengan make up cukup tebal, alis dicukur, rambut diulik, dan sebagainya,
dan percayalah,
empat tahun setelah kelulusan,
saya sulit mengenali foto-foto itu.



hahahahaaaa....


for Meer:
sabar, ya, cintaaa... :D

::che::

Selasa, 21 Juni 2011

Oh tuhan, apakah kau sekejam itu?


Satu sore, teman kos mebakar setumpuk kertas di halaman kos.
              "wuahhh, panasnya! mulai sekarang harus berbuat baik terus, nih. Bakar kertas aja panasnya kayak gini, apalagi neraka. ampun dahhh..."

***
saya mendapat gambaran bahwa neraka itu panas dan kejam pertama kali dari buku komik stensilan kecil seharga seratus rupiah. saya kelas dua SD waktu itu. buku itu banyak dijual para pedagang mainan depan SD (hampir semua SD, kayaknya!).
ada gambar orang berteriak-teriak kesakitan dan dicambuki dalam api neraka. ada gambar orang yang lidahnya dipotong karena banyak berbohong. ada yang tangannya disetrika karena suka mencuri. perempuan2 yang dikuliti kepalanya, laki-laki yang dipotong penisnya, dan lain-lain, dan lain-lain. sungguh mengerikan. bahkan saya masih menggigil ketika mengingat gambar-gambar itu.


sekarang saya berpikir, neraka benar seperti itu? kalau memang benar, betapa kejamnya tuhan!
bagaimana tidak? hukuman itu abadi. sekali masuk neraka, kita akan mendapat siksaan itu selama-lamanya. emangnya yang kita lakukan sebanding dengan 'hukuman' itu???

buset dah..

tapi saya yakin,
kalau neraka memang seperti itu,
martin luther, bunda teresa, gandhi, dan segepok pejuang kemanusiaan lainnya pasti sudah melakukan aksi protes besar-besaran di alam baka sana. hahahaaa




::che::

Rabu, 08 Juni 2011

Urip Iki Mung Mampir Ngombe

Berita duka datang minggu lalu. Salah satu rekan saya, sesama Action Partner OIYP (dari Papua Nugini) meninggal, karena HIV/AIDS.

Usianya baru 24 tahun.
Sungguh masih muda.

Di PNG (Papua New Guinea), ia bergabung dgn sebuah komunitas yang menyediakan rumah tinggal dan konseling bagi para ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), terutama yg ditinggalkan keluarganya.
Ia sendiri positif HIV/AIDS, dan melalui komunitasnya ia berbagi rasa, pengalaman, dan dukungan dengan ODHA lainnya.


Sungguh sangat muda, ia. Dan sangat berharga hidupnya.

Beruntunglah,
ia tak menunggu lulus kuliah -apalagi bekerja dan lalu kaya- untuk melakukan sesuatu yg jadi panggilan nuraninya. :)


Gesa,
Gesa.
Terima kasih.
Kamu menyadarkanku.
Hidup (ternyata) memang terlalu singkat. Untuk menunda, apalagi untuk lari dan mengingkari nurani.

Kita sungguh tak tahu apa yang akan terjadi besok, besok, dan besok...


RIP:
Gesa Yanoda

::che::

Kamis, 28 April 2011

Atas Nama Persahabatan

Masih rindu kehadiranmu, tubuh maupun jiwa.
Bukan karena prestise atau rutinitas belaka, melainkan mimpi dan janji bersama,
yang pernah kita gelar di meja.
Kalau memang memilih jalan berbeda, katakan.
Karena dalam bisumu aku menunggu,
atas nama persahabatan.
Kau bisa membunuhku demi sakit menunggu,
atas nama persahabatan.


28april2011,
o1.32

*Kita sama-sama bersayap. Aku tak ingin sayapku membusuk dalam janjimu,
sementara kau telah sibuk mencari madu,
atas nama persahabatan.



::che::

Senin, 25 April 2011

FAKE!!


baiklah! saya mengaku!! sejak lulus SMA, saya hampir tak pernah lagi membaca. apapun! kecuali komik detektif konan, shanaou yoshitsune, hai miiko, dan kungfu boy. selebihnya? mati. dua tahun saya berlangganan koran, yang rutin saya baca. kemudian? menguap begitu saya. genap satu tahun saya tak lagi membaca koran. buku? haha. lemari buku saya yang penuh itu hanya tipuan. setengahnya buku lama, setengah lagi onggokan buku baru yang bahkan daftar isinya saja tak saya tengok.


saya tenggelam dalam masa lalu; terus-terusan mengingat dan mengidentifikasi diri sendiri sebagai kutu buku. oh my...! itu sungguh masa lalu! penghargaan sebagai siswa paling rajin membaca dan meminjam buku itu benar2 masa lalu! ema yang banyak tahu ini itu karena buku pun masa lalu! dan saya masih hidup dalam kenangan itu. haloooo!!! what the hell are you thinking about, ema???


sejujurnya saya sadar tentang hal itu. otak saya tahu betul bahwa modal berpikir saya hanya televisi, film, facebook, google dan segala informasinya, sedikit catatan teman, dan sedikit diskusi di sana sini. tapi saya menyangkalnya!!!



tadi malam, saya menyadari bahwa saya tak bisa lari lagi. dua-tiga kalimat sederhana dari dosen membuat saya tak berkutik. "saran saya, konteks dan perspektif hukumnya kelihatannya kurang kamu elaborasi. model dan cara penelitianmu apakah menggunakan deduksi atau induksi?sebaiknya kamu tekankan aplikasinya. secara umum, substansinya oke dan kontekstual."


JEDHEERRR!!!!
konteks dan perspektif hukum? seperti apa itu? bagaimana mengelaborasinya? deduksi? induksi? apa itu? seperti apa bentuknya? apa yang harus saya lakukan sekarang?


kepala saya berpikir keras, berusaha memahami tulisan itu. kesulitan sekali, saya mendiskusikannya dengan seorang teman.
"nurul, penelitian deduktif dan induktif itu apa? bagaimana bentuknya? saya tidak paham sama sekali..."
Nurul menjelaskan, dan otak saya masih saja kesulitan.
sampai akhirnya nurul berkata,


"sepertinya kamu kurang membaca, ema."


di situ pertahanan saya runtuh. segala kepalsuan yang saya bangun untuk diri saya sendiri, terbongkar sudah. saya seperti menatap cermin yang memantulkan diri saya seutuhnya, sesuatu yang selama ini saya hindari mati-matian.


apa lagi yang mau saya katakan? apa lagi yang mau saya palsukan? apa lagi yang mau saya hindari? semua sudah nyata. memahami dua kalimat sederhana saja saya tak bisa...




saya malu, sangat malu. pada diri saya sendiri....





T________T'


::che::

Senin, 18 April 2011

After "The Devil Wears Prada"

Finally after five years the movie was released I watch it for the first time. And oh yeah, it impresses me. 

First, this movie reminds me on ‘the right to choose’ and its implications.

Well, just like Andy (Andrea), I often say that we have no option or we don’t have any chance to choose and decide. I act like people are guilty for everything that comes to my life, especially for the bad things. But hey! I’m not a little girl anymore. Big girl decides for herself. I have the right to choose! Shit happens to everyone, but there’s still a chance in every single problems. When I don’t have the courage to choose and take the risk, then it’s not about other person but me.


Second, this “Devil Wears Prada” leads me to a personal question: what do you want in life?

Right after the movie ended, I thought this movie tried to show me two life-choices. First, live glamorously, fashionably and sensationally as a famous-modern person then you’ll ruin your relationship with your friends, partner, family, etc. OR, live as simple person, unfashionably, and little bit traditional then you will have a perfect life and love surrounds you.

The next 30 minutes, I changed my mind. No! That’s not what the movie wants to tell me! Yes, Andrea was never really happy when she worked in Runaway. Then she be happier after decided to quit. But Miranda, Emily, James, Christian –those glamour, rich, and fashionable persons in Runaway circle—, I cannot say that their life are not happy! Both Andrea and these rich guys know what they want in their life. That’s the key. Well, no one can live their life respectfully without knowing the aims of their life, can’t they?


Hahahahaa…. Hey Devil with Prada! You’re the real angel here!

::che::

Kamis, 24 Maret 2011

Manusia itu Wabah, bukan?




23 Maret 2011

Tadi malam aku menangkap tikus got yang masuk ke kos-kosan. Tidak ada niat untuk membunuhnya. Hanya ingin menangkap dan mengeluarkannya dari kos.
Setelah semalaman kukurung di keranjang sampah dan kuberi makan, tadi pagi kumasukkan ia ke dalam kresek. Hendak kubuang ia di tempat pembuangan sampah besar dekat kampus. 
Namun aku melakukan kebodohan. ikatan kresek terlalu kencang, dan si tikus kutinggalkan di dalamnya begitu lama. Satu jam kemudian, di TPS, kubuka kresek itu dengan harapan si tikus segera bebas dariku. nyatanya, ia sudah mati lemas. sepertinya kehabisan oksigen.



Sedih sekali rasasnya. Ada rasa bersalah yang besar...

Bagaimanapun juga, tikus itu hanya mencari makan. pasti mereka tak bermaksud mengganggu atau menyebarkan penyakit. Hanya mencari makan... 


***

Kadang aku bingung, mengapa manusia (termasuk aku) merasa begitu jijik dengan hewan-hewan seperti kecoa, nyamuk, lalat, lipan, dan tikus. Hewan-hewan itu diperlakukan layaknya monster jahat yang harus dibunuh. Mereka dianggap mengganggu. Padahal kalau dipikir-pikir, apa sih salah mereka? Jika nyamuk menggigit kita, ya memang begitu siklus alamnya. Mereka tidak cuma makan darah kita, kok, tapi juga darah hewan2 lain seperti sapi dan anjing. Lalu, jika kecoa, semut, atau lipan berkeliaran di rumah kita, itu pun bukan salah mereka. Rumah-rumah kita ini berdiri di atas tanah yang dahulunya merupakan tempat tinggal mereka. Kita itu cuma menumpang di lahan mereka... Maka konsepnya harusnya ya hidup bersama. Kalau sesekali mereka muncul, ya wajar. Tak semestinya kita membunuh mereka yang sudah memberikan rumahnya bagi kita.
Bagaimana dengan tikus yang mengobrak-abrik rumah dan makanan kita?
fiuhh...
Kita, manusia, sudah terlalu banyak mengambil tempat hidup mereka. Selain mereka jadi "tak punya rumah", mereka jadi kehilangan lahan pangan pula. Kalau kita mau sadari, coba lihat, berapa banyak sih lahan kosong yang tersedia di sekitar rumah kita? apakah luas areanya sebanding dengan jumlah hewan yang terusir dari tanah yang kita tumpangi? Apakah di lahan-lahan kosong itu tersedia tanaman atau biota-biota yang cukup untuk membentuk rantai makanan?



Mungkin wabah dan penyakit yang sesungguhnya bukan hewan-hewan itu, melainkan diri kita sendiri (manusia). Mungkin selama ini kita adalah wabah bagi semesta... bagi tanah. bagi air. bagi hewan-hewan. bagi tetumbuhan. bagi udara....
Mungkin kita ini tak beda dengan para kapitalis dan kolonialis yang kita ejek-ejek itu. Kita berkuasa, kita berdaya, kita menjajah, melakukan segala sesuatu untuk kepentingan (semu) kita, kesenangan kita.


 ***

Maafkan aku, tikus...


::che::

Senin, 17 Januari 2011

I think (?) I love My Sisters

Hari ini adek2 saya bolos sekolah. Katanya, sih, kecapekan setelah kemarin ikut saya mengirim masker ke sekitar Bromo.



Maka kami pun bersenang-senang di rumah, bertiga saja, sambil mengerjakan pekerjaan rumah.

Hari sudah siang. Saya dan Si Bungsu duduk-duduk di kamar, sementara Si Tengah menjemur sepatu di atap.


"Gubbrrraaaaaakkkk!!!!!!!!!!"

Saya terlunjak dari kasur dan lari ke lantai bawah. Setengah menangis saya panggil-panggil mana Si Tengah. "Yudithhhhh......Yudiithh!!!!!"

Saya tahu betul itu suara atap jebol. Saya tahu betul itu adik saya yang jatuh dari sana. Tidak ada sahutan darinya, dan bayangan buruk tentang adik saya yang terbaring-terbujur diam di lantai meracuni otak saya.

Sampai di lantai bawah, tidak ada dia di sana.

Saya berlari sekencang mungkin ke kamar semula dan meloncat ke jendela.

Di sana saya lihat dia,

adik saya,

berusaha bangun. Badannya di dalam loteng, kepalanya melongok keluar. Antara meringis kesakitan dan tertawa, ia menatap saya dan Si Bungsu.

Kami pun tertawa terbahak-bahak sekuat-kuatnya. Air mata saya keluar. Entah, itu air mata tawa, senang, lega, sedih, kaget, atau apa.

Si Bungsu menjulurkan sebotol air padanya. Lalu giliran saya mengulur tangan, mengangkat dia dari lubang besar itu.

Duduk di kusen jendela, kami tertawa lagi. Sambil membahas bagaimana reaksi bapak dan ibu nanti melihat lubang besar di atap dan eternit itu, menyusun strategi untuk memberi tahu orang tua tentang kejadian ini supaya tidak dimarahi.

Dan tertawa lagi.


Menatap kedua adik saya siang tadi,

ingatan saya tentang kejadian sebelumnya berputar lagi. Teriakan saya, bayangan di otak saya, ketakutan saya, kekhawatiran pada Si Tengah, rasa bersalah saya, getaran pada suara saya, kecepatan gerak dan lari saya, jauhnya lompatan saya, gerak refleks saya...

Ini, tah, cinta?



Dasar adik-adik bodooooohhhhhh.......


Dudul..

Aku gak mau hidup tanpa kalian.


Stay with me, please..


NB:
Si Tengak gak jatuh ke lantai bawah karena bokongnya nyangkut di eternit. Tepat di bawahnya ada daun pintu (tepat di sudutnya) dan lemari. Jika tak tertahan eternit, entah apa yg akan terjadi padanya.
Terima kasih, Tuhan, Semesta, eternit, rangka atap, dan semua2 yang menahan adikQ biar gak jatuh ke bawah...

::che::

Minggu, 09 Januari 2011

Apa aku sudah seperti lelaki?

'Em, aku sudah kelihatan seperti laki-laki, belum? Atau masih kelihatan ceweknya?'


Pertanyaan itu muncul dari teman saya, Tokek, sepuluh menit lalu. Kami baru selesai belajar bersama karena besok ujian.
Tokek hendak pulang ke rumahnya di Setan, Maguwo, mungkin sekitar 10 km dari kos saya. Menuju ke sana, Tokek harus melalui jalan lingkar utara yg beberapa bulan lalu terkenal oleh kasus2 pembacokan di sana.




Trenyuh hati saya mendengar pertanyaan Tokek. Ia tidak (merasa) aman karena berkelamin perempuan. Kebetulan ciri2 fisik Tokek sangat sesuai dengan apa yg dipikirkan masyarakat tentang perempuan: berambut panjang, kurus langsing, feminin, gemulai. Lalu, untuk membuatnya lebih (merasa) aman, ia perlu berpura-pura menjadi 'laki-laki'. Rambut digelung dan disimpan dalam helm, menggunakan jaket besar, pasang muka sangar, membusungkan dada dan menaikkan bahu, kaki 'mekangkang'.

Selasa, 21 Desember 2010

You've Got A Friend

When you're down and troubled,
and you need some helping hand,
and nothing, nothing is going right,
close your eyes and think of me.
And soon I will be there.
To brighten up, even your darkest night.

You just call out my name..
And you know,
wherever I am, I'll come running to see you again.
Winter, spring, summer, or fall,
all you have to do is call.
And I'll be there,
you've got a friend. :)

If the sky above you
should turn dark and full of clouds,
and that old north wind should begin to blow,
keep your head together and call my name out loud.
And soon I will be knocking upon your door.
You just call out my name..
And you know,
wherever I am, I'll come running to see you again.
Winter, spring, summer, or fall,
all you have to do is call.
And I'll be there,
you've got a friend. :)

People can be so cold.
They hurt you and dessert you.
Well they'll take your soul if you let them.
So don't you let them..

You just call out my name..
And you know,
wherever I am, I'll come running to see you again.
Winter, spring, summer, or fall,
all you have to do is call.
And I'll be there,
you've got a friend. :)

::che::

Kamis, 21 Oktober 2010

Mati

Seorang polisi di Lamongan mati kelelahan ketika mengamankan demo mahasiswa.
Di televisi aku melihat mahasiswa mendorong-dorong polisi dan berteriak-teriak.

Ya Tuhan, kenapa sih harus ada gituan? Emang gak bisa ya menyampaikan aspirasi tanpa kekerasan?

Apa sih yang bisa dihasilkan oleh kekerasan? Kekerasan baru? Dendam?
Mungkin banyak efek yang kita gak tau! Hilangnya pencari nafkah keluarga. Adik-adik korban kehilangan sahabat mereka.

Ahh..
Lihat wajah ibu polisi itu! Tidak menangis. Hanya diam terpekur.

Tidak kulihat bedanya dengan ibu para mahasiswa yang mati ditembak polisi. Mereka gak tau politik. Mereka gak tau demo-demo itu tentang apa. Yang mereka tau, anaknya mati.

Mati.

Yang mereka kandung susah payah. Yang mereka lahirkan dengan taruhan nyawa. Yang mereka besarkan dengan hutang dan keringat.
Mati.

::che::

Kamis, 09 September 2010

I believe in God, not the priests



I believe in God, not the priests. Especially the homophopic, patriarchal, unrealistic, and discriminative one.




Ya, saya akui bahwa saya jengah.


Hari ini saya membaca beberapa buletin dan majalah gereja katolik dan sejenisnya. Seperti biasa, semuanya berisi tentang cinta kasih. Ajaran untuk mengampuni. Renungan-renungan dan wejangan tertulis yang menyatakan kita harus mencintai sesama apa adanya bla bla bla.


Bosan, saya beralih ke fesbuk. Oh shit... Status seorang pastor muncul di beranda saya. Seperti biasa, ia menggulirkan kata-kata "bijak" andalannya. Seperti biasa juga, saya meradang membacanya.


Dua tahun yang lalu, pastor itu mendesak seseorang untuk mundur dari pekerjaannya. Lesbian tidak pantas bekerja di institusi katolik. Begitu menurutnya, dan menurut para atasannya yang semuanya adalah pastor juga.


Dua tahun lalu ia berkata pada orang itu bahwa sebenarnya ia tidak sepakat dengan keputusan atasan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.


Fakta itu membuat saya geram. Muak. Dia terkenal karena kotbah-kotbah indahnya. Banyak orang mengaguminya. Dulu saya pun termasuk dalam pengagum itu, dan saya menyesalinya.








Fesbuknya mengingatkan saya pada pastor lain.
Dua tahun yang lalu, orang tua saya membawa saya ke hadapannya. Seorang pastor yang sangat terkenal sebagai ahli kitab suci. Saya masih ingat bagaimana cara ia memandang dan menghakimi saya layaknya sampah dan penyakit yang harus disembuhkan. Saya masih ingat bagaimana ia membentak saya dan sama sekali tidak memberi saya kesempatan untuk bicara.


Sungguh lucu. Saya rasa orang jelata bahkan tidak butuh sekolah dan gelar 'ahli kitab suci' untuk bisa memahami inti kitab suci: cinta kasih. Pada siapapun. Without borders.




Sementara itu, tahun lalu salah satu sahabat pacar saya meninggal. Penyebabnya pembekuan darah di otak belakang, yang merupakan efek dari siksaan suaminya selama bertahun-tahun. Sebagai seorang katolik, ia berkali-kali mengonsultasikan masalah keluarganya pada pastor. Apa yang ia dapat? Wejangan untuk bersabar dan peringatan bahwa gereja katolik melarang perceraian, tanpa bisa mengatasi masalah mereka dan menghentikan kekerasan si suami padanya.


Hasilnya? Matilah ia.






Apakah semua pastor kenalan saya itu buruk? Tidak. Beberapa pastor sangat menggugah hati saya. Karena kesediaan mereka turun ke tanah dan menyatu dengan manusia-manusia lainnya. Karena keterbukaan pikiran mereka dalam menyikapi hidup. Karena kesediaan mereka mendengar, melihat, dan merasakan pengalaman-pengalaman orang lain. Karena kerendahatian mereka. Karena kecerdasan mereka dan keberanian mereka mempertanyakan dogma.


Sayang saya hanya mengenal sedikit pastor macam itu. Sisanya?
Masih mendengungkan kotbah-kotbah beracun di telinga saya. Masih terbuai oleh makanan-makanan enak dan berbagai fasilitas gratisan tiap hari di singgasananya.


::che::