twitter
    Celebrating the T in LGBT
Tampilkan postingan dengan label Teman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teman. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Juni 2012

Nongkrong Bareng PeaceGen dan Save Diversity

Hari ini Peace Generation ulang tahun kesepuluh. Satu dekade! Waow, menginjak remaja! :))

Menjadi bagian dari PeaceGen adalah sebuah kebanggaan. Sungguh merupakan proses yang luar biasa dan tak ternilai harganya.

Malam tadi, saya mempertemukan PeaceGen dengan teman2 dari @savediversity dan komunitas LGBT. kami akan bekerja sama untuk pemutaran film Sanubari Jakarta 17 Juni ini.

Sepanjang diskusi, saya tak henti-hentinya tersenyum. Empat tahun bersama PeaceGen, saya berhasil mendatangkan teman2 komunitas LGBT sebagai teman belajar di berbagai forum diskusi, termasuk saat Peace Camp. Tapi, seingat saya, baru kali ini kami benar2 bekerja bersama. Bukan untuk acara yang besar, memang, juga bukan long-term program. Baru sebuah pemutaran film saja. Tapi, saya percaya ini akan membawa kami pada kegiatan-kegiatan lainnya. Semoga.

Saya bangga melihat antusiasme teman2 untuk acara ini. Meski tak mampu menyembunyikan rasa takut atas kemungkinan serangan, ancaman, atau pembubaran yang bisa kami terima, PeaceGeners tetap semangat dan ceria, seperti selalu. Obrolan yang dimulai dengan malu-malu akhirnya mengalir dengan hangat dan lancar. Bahkan melebar ke topik2 lain, seperti HIV/AIDS dan kekerasan2 atas nama agama.

Entahlah. Saya sebetulnya tak fokus pada topik obrolannya. Saya terlalu berbunga-bunga melihat senyum kawan2. Hahaha...

Terima kasih, kawan-kawanku. Semangat generasi damai sungguh mengalir dalam nadi kalian.

#SatuDekadePeaceGen


-ema

Minggu, 10 Juni 2012

Pocong [2]



Pocong.


Apa yang terlintas di benakmu ketika membaca kata itu?






Di benak saya  langsung terbayang bentuknya, lengkap dengan wajah dan aura buruknya yang biasa dimunculkan di film atau acara televisi. Ugh.




Karena tak pernah melihat (baca ceritanya di Pocong [1]), maka satu-satunya sumber informasi yang saya dapat tentang bentuk jenasah berkafan alias pocong adalah dari televisi dan film. Tahu sendiri, kan, bagaimana media2 itu menggambarkan pocong? Hantu mengerikan (yang bentuknya sulit saya jelaskan di sini) dengan wajah dan aura buruk rupa serta mengganggu manusia. Nah! Sempurna! Gambaran itulah yang menempel erat di benak saya!




Dua hari belakangan, saya mendadak harus berhadapan dengan jenasah sobat saya yang sudah dikafani (Pocong [1]). Selama dua hari itu pula, saya berusaha keras memberikan sugesti positif pada diri sendiri.

"Itu ayah sobat baikmu, Ema!"
"Oke, itu ayah sobat, ayah sobat, ayah sobat. Segalanya akan baik-baik saja."


Tapi apa daya, yang muncul di kepala tetap gambaran pocong2 di tivi dan film itu. Huaaaaaa......




Akhirnya tadi malam saya ke rumah sobat lagi. Tujuannya dua, yasinan dan tahlilan, dan mencari sugesti positif lagi. Kalau tak saya lakukan, saya bisa begadang berhari-hari karena ketakutan, nih! Dan gak akan berani ditinggal di kamar sendirian sama partner. Kayak kemarin petang, nih, saya nangis dong gara2 pas bangun tidur partner saya tau2 udah rapi dan siap pergi mengajar. Jadilah saya ikut dia pergi sambil terkantuk-kantuk.




Demikianlah.
Di rumah sobat tadi, saya sengaja memandangi foto ayahnya berlama-lama. Rasanya seperti bercakap-cakap dengan beliau. Saya pandangi senyumnya, saya ingat semangat dan keramahannya di hari-hari terakhir di rumah sakit, saya ingat bagaimana ia bertutur tentang sobat, saya coba rasakan lagi hangat tangannya yang menggenggam saya... dan berhasil. Ia mampu mengalahkan bayangan2 di kepala saya.




*Selamat jalan, Oom. Senang sempat mengenalmu. Karena engkau juga lah saya bisa berteman baik dengan anakmu. Terima kasih, ya. :) Doakan kami dari sana.*





-ema

Jumat, 08 Juni 2012

Pocong [1]

Saya bukan seorang muslim, dan tumbuh besar di lingkungan katolik. Saya terbiasa melihat prosesi kematian orang katolik, dan sangat tidak terbiasa melihat prosesi kematian seorang muslim. Saya berkali-kali melihat jenasah dalam peti, dan hampir tak pernah melihat jenasah berkafan. Waktu kakek saya yang seorang muslim meninggal, saya tidak bisa melihat jenasahnya yg sudah dikafani. Begitu juga ketika Pakdhe (paman) meninggal, satu-satunya kemungkinan melihat jenasah berkafannya adalah ketika pemakaman. Tapi karena saya perempuan dan bukan keluarga inti, saya tidak boleh berada di ring satu kuburan beliau, melainkan di barisan luar, sehingga lagi2 saya tak bisa melihatnya.

Kamis, 07 Juni 2012

sesal

Siang tadi, ayah sobat saya meninggal.

saya menyesal. Mengapa dua malam belakangan saya tak menyempatkan diri untuk menemani sobat saya di rumah sakit? Mengapa saya lebih memilih ngopi-ngopi dan ngobrol ngalor ngidul? Mengapa saya tidak mengerjakan tugas di rumah sakit saja?

:((

sedih. padahal hari2 itu jelas sangat berat baginya.

-ema

Rabu, 18 Januari 2012

Hari-Hari di Pancake’s Company [2]: Menyesalkah?

Sudah dua bulan tujuh belas hari saya kerja di sini.
Dulu saya takut, takut kehilangan banyak waktu bersama teman. Jam kerja saya sore sampai menjelang tengah malam: jam produktif saya untuk berjumpa teman-teman, diskusi, tukar pikiran, bermain, saling tukar gagasan. Nyatanya, saya memang banyak kehilangan saat-saat itu.
"em, yuk kumpul pisgen!"
"wah, maaf, aku pas kerja.."


"em, hayuk ikut pertemuan jpy!"
"aduh, kok pas aku kerja, sih..."



Senin, 26 September 2011

Astaga! Naifnya saya!

Saya terlalu naif kali ya?
Kalau punya info & kesempatan selalu bagi-bagi, dengan pemikiran bahwa semua orang melakukan hal yg sama.

Ternyata tidak... Huahahahaa...
Saya jd kayak orang bego yg gak tau apa2 :P



::che::

Kamis, 28 Juli 2011

[ ]


akhir-akhir ini saya merasa rindu.

pada langit merah di kaki mahameru.
pada tusukan-tusukan rumput di bawah cemara angin.
pada pasir tempat kaki menjejak menahan angin.

pada tawa-tawa lepas di atas motor smash biru.
pada teriakan norak anak-anak kecil berseragam coklat.

pada kamu, kamu, kamu, dan kamu.

pada hasrat untuk tertawa, bercerita.

kerinduan mencari dan menemukan.





::che::

Rabu, 08 Juni 2011

Urip Iki Mung Mampir Ngombe

Berita duka datang minggu lalu. Salah satu rekan saya, sesama Action Partner OIYP (dari Papua Nugini) meninggal, karena HIV/AIDS.

Usianya baru 24 tahun.
Sungguh masih muda.

Di PNG (Papua New Guinea), ia bergabung dgn sebuah komunitas yang menyediakan rumah tinggal dan konseling bagi para ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), terutama yg ditinggalkan keluarganya.
Ia sendiri positif HIV/AIDS, dan melalui komunitasnya ia berbagi rasa, pengalaman, dan dukungan dengan ODHA lainnya.


Sungguh sangat muda, ia. Dan sangat berharga hidupnya.

Beruntunglah,
ia tak menunggu lulus kuliah -apalagi bekerja dan lalu kaya- untuk melakukan sesuatu yg jadi panggilan nuraninya. :)


Gesa,
Gesa.
Terima kasih.
Kamu menyadarkanku.
Hidup (ternyata) memang terlalu singkat. Untuk menunda, apalagi untuk lari dan mengingkari nurani.

Kita sungguh tak tahu apa yang akan terjadi besok, besok, dan besok...


RIP:
Gesa Yanoda

::che::

Kamis, 28 April 2011

Atas Nama Persahabatan

Masih rindu kehadiranmu, tubuh maupun jiwa.
Bukan karena prestise atau rutinitas belaka, melainkan mimpi dan janji bersama,
yang pernah kita gelar di meja.
Kalau memang memilih jalan berbeda, katakan.
Karena dalam bisumu aku menunggu,
atas nama persahabatan.
Kau bisa membunuhku demi sakit menunggu,
atas nama persahabatan.


28april2011,
o1.32

*Kita sama-sama bersayap. Aku tak ingin sayapku membusuk dalam janjimu,
sementara kau telah sibuk mencari madu,
atas nama persahabatan.



::che::

Sabtu, 12 Maret 2011

that's what friend are for

jika ayahku hendak membunuh ayahmu, percayalah aku akan menggagalkannya.

jika keluargaku menghina keluargamu, percayalah aku yang akan membantah semuanya.

jika adikku berbicara buruk tentangmu, percayalah aku akan mengajaknya berkenalan denganmu.

jika kelompokku berperang dengan kelompokmu, percayalah aku tak akan ikut serta.

Karena kamu temanku. aku mengenalmu lebih dari apa yang mereka katakan tentangmu. aku mempercayaimu. aku mempercayai kata-kata dan senyummu. aku mempercayai uluran tanganmu. aku mempercayai air matamu. warna kulitmu tak bisa menghalangi pelukanku. bahasamu tak bisa menghalangi senyumku. agamamu tak bisa menghalangi jabatan tanganku. orientasi seksualmu tak bisa menghalangi doaku bagimu.





::che::

Minggu, 09 Januari 2011

Apa aku sudah seperti lelaki?

'Em, aku sudah kelihatan seperti laki-laki, belum? Atau masih kelihatan ceweknya?'


Pertanyaan itu muncul dari teman saya, Tokek, sepuluh menit lalu. Kami baru selesai belajar bersama karena besok ujian.
Tokek hendak pulang ke rumahnya di Setan, Maguwo, mungkin sekitar 10 km dari kos saya. Menuju ke sana, Tokek harus melalui jalan lingkar utara yg beberapa bulan lalu terkenal oleh kasus2 pembacokan di sana.




Trenyuh hati saya mendengar pertanyaan Tokek. Ia tidak (merasa) aman karena berkelamin perempuan. Kebetulan ciri2 fisik Tokek sangat sesuai dengan apa yg dipikirkan masyarakat tentang perempuan: berambut panjang, kurus langsing, feminin, gemulai. Lalu, untuk membuatnya lebih (merasa) aman, ia perlu berpura-pura menjadi 'laki-laki'. Rambut digelung dan disimpan dalam helm, menggunakan jaket besar, pasang muka sangar, membusungkan dada dan menaikkan bahu, kaki 'mekangkang'.

Selasa, 21 Desember 2010

You've Got A Friend

When you're down and troubled,
and you need some helping hand,
and nothing, nothing is going right,
close your eyes and think of me.
And soon I will be there.
To brighten up, even your darkest night.

You just call out my name..
And you know,
wherever I am, I'll come running to see you again.
Winter, spring, summer, or fall,
all you have to do is call.
And I'll be there,
you've got a friend. :)

If the sky above you
should turn dark and full of clouds,
and that old north wind should begin to blow,
keep your head together and call my name out loud.
And soon I will be knocking upon your door.
You just call out my name..
And you know,
wherever I am, I'll come running to see you again.
Winter, spring, summer, or fall,
all you have to do is call.
And I'll be there,
you've got a friend. :)

People can be so cold.
They hurt you and dessert you.
Well they'll take your soul if you let them.
So don't you let them..

You just call out my name..
And you know,
wherever I am, I'll come running to see you again.
Winter, spring, summer, or fall,
all you have to do is call.
And I'll be there,
you've got a friend. :)

::che::

Kamis, 17 Desember 2009

Huff...

Ada teman yang sedang jatuh cinta... =) senang mendengarnya. Mengetahui bahwa ada yang menambal hatinya lagi, setelah tercabik sebelumnya.

ini bukan kisah cinta yang menyenangkan. bukan cinta monyet yang malu-malu atau berbunga-bunga. ini kisah yang,,,
damn! apa yang bisa dipakai menggambarkannya?

bagaimana rasanya mencintai orang yang tak teraih karena jilbab dan keyakinan keluarga?

damn... it must be so hard.



be strong,,,

jangan menyerah,,,

::che::
17.12.09, 23.20

Sabtu, 12 Desember 2009

Karanganyar.


11 Desember 2009 jam 11:46

Bajingannnn!!!


Dasar orang gila! Gak tahu diri! Gak tahu adat!!

Hajar aja! Bunuh sekalian! Perusak anak orang!

***

Jogja, 10 Desember 2009

Pagi itu saya bangun dengan was-was.
Usai mandi, saya ngebut menuju agen bis. Masih dengan hati gundah. Mbak Etik dan Ryan sudah menunggu. Rasanya saya menangkap 'ketakutan' yang sama dari mata Ryan. Bisa jadi saya salah.

Dua jam perjalanan. Kami banyak bicara. Sekali waktu kami melirik Pleidooi. Berkas pembelaan.

*

Pengadilan Negeri Karanganyar ini lebih ramai dari sebelumnya. Ada beberapa teman LBT dari Solo. Ada wartawan. Lengkap dengan kamera-kamera mereka. Rupanya ada yang mengundang media secara sembarangan.

Dimas ada di balik jeruji itu. Tempat transit tahanan sebelum bersidang. Kegundahannya tampak jelas.

"Mas! Kalo mau motret potret aja!! Sini! Gak usah sembunyi-sembunyi!"
Ia marah pada wartawan.

"Kemarin aku muntah darah lagi, Mbak."

*

"Kamu punya flexi nggak?"
"Gak ada, Mas."
"Temen-temenmu ada yang punya gak?"
...
"Gak, Mas. Kamu mau telpon?"

Ryan meminjamkan ponselnya. Dimas makin gusar. Tampaknya yang telponnya tidak diterima. Ia menangis.

*

Saya menunggu. Tak ada keluarga yang datang. Tidak ada teman yang datang. Hanya kami. Orang yang sangat ia harapkan untuk datang pun tidak ada.

*

Tiba saatnya. Kami mengelilinginya. Memastikan wajahnya tak terekspos kamera.

Sidang hampir diskors karena Dimas menangis. Tapi ia tak mau ditunda lagi.

*

putusan dibacakan. Penipuan dan pencabulan anak. Pidana penjara empat tahun enam bulan dan denda 60 juta, yang jika tak dibayar bisa digantikan dengan enam bulan kurungan.

Dimas pingsan. Media mengerubuti.

*

Ruang tahanan. Masih pingsan. Saat sadar, ia minta ke kamar mandi. Saya menemani.
Pintu dibuka. Dimas keluar dengan mulut penuh darah.

Kembali ke ruang tahanan, dan ia muntah lagi. Darah. Banyak darah. Cair, bercampur lendir. Ia pindah, duduk di bangku, dan muntah lagi. Darah yang kental dan menggumpal-gumpal.

*

Dimas yang pucat meronta. Tak mau dibawa ke rumah sakit.

"Saya mau pulang saja! Jangan bawa saya ke rumah sakit!"

Rupanya LP telah menjadi rumah baginya.

*

Saya dan Ryan menemani di mobil tahanan. Lima menit kami diam. Dimas seperti tidur. Tiba-tiba tangannya menyentuh saya, mencari-cari. Saya pikir ia minta minum, ternyata bukan. Sambil 'tidur', ia menggenggam tangan saya. Jari-jari kami bertautan. Erat sekali. Sampai sakit rasanya. Tiba-tiba saya merasakan kesepiannya... saya merasakan ketakutannya pada sendiri.

Dua menit. Ia lepas tangan saya. Lalu duduk tegak, dan mengucap doa...

Bismillah ir-Rahman ir-Rahim....

***

"Dimas itu kasihan. Dia itu nggak punya siapa-siapa. Dimas itu menyalahkan dirinya sendiri terus-terusan. Bahkan di pengadilan pun dia mengaku bahwa dia ingin bunuh diri. Dimas itu butuh teman, butuh pendampingan. Untuk menguatkan dia itu lho! Untuk memberi tahu dia bahwa apa yang dia rasakan itu tidak salah, bahwa kita memang punya hak atas seksualitas kita!"

"Aku itu sampai heran lo, kenapa kok justru teman2 LBT ini sepertinya kurang simpati pada Dimas. Padahal harusnya justru kalianlah yang lebih tahu perasaan Dimas, dibandingkan kami yang hetero ini."

***

Hingga saat ini, saya merasa tidak tenang.

Saya bangun dengan mimpi buruk. Saya ditangkap, dihajar, dijebloskan ke penjara. Saya dihajar oleh kepolisian dan kejaksaan. Pasangan saya dipaksa melihat saya dihajar hingga muntah darah, hingga ia mau memberi kesaksian palsu sesuai keinginan mereka. Media memberitakan saya dengan keterangan yang tidak benar dan menyudutkan. Semua orang menghujat saya...

Malam saya dihantui pengalaman Dimas. Saya seolah mengalami apa yang dia alami.

***

Teman-teman, Dimas tidak seperti kita yang punya banyak akses dan berpendidikan tinggi, bisa kuliah. Dimas tidak tahu wacana seksualitas. Dia tidak tahu menahu tentang gerakan LGBT. Bahkan, bukan tidak mungkin dia tidak tahu bahwa dalam ilmu psikologi, homoseksual itu bukan penyakit. Bahwa yang merupakan penyakit itu justru rasa malu, minder, ketakutan berlebihan atas orientasi seksualnya itu. Dimas hanya tahu bahwa dirinya sendiri menyukai perempuan, dan apa yang ia rasakan adalah 'dosa' di mata masyarakat. Sesuatu yang laknat. Dimas tidak tahu, bahwa hukum kita bisa jadi sangat kejam pada kaum homoseksual. Ia buta hukum.

***

Semoga, kita yang tahu dan paham wacana ini tidak berhenti pada wacana. Semoga kita mampu mengaplikasikan apa yang kita punya. Semoga kita tidak lupa pada teman-teman LGBT lain yang membutuhkan penguatan kita. Semoga di tengah kesibukan kita, komunitas kita, atau lembaga kita, kita masih sempat menengok mereka. Semoga dari uang yang kita dapat, ada yang bisa disisihkan untuk mendukung mereka, entah apapun bentuknya.

Semoga, dengan semua akses yang kita punya, kita bisa terus menyebarkan informasi pada teman-teman kita. Semoga, suatu saat nanti, tidak ada lagi yang kesepian dan merasa ditinggalkan seperti Dimas. Semoga kita mampu menjadi keluarga, terutama bagi mereka yang ditinggalkan oleh sanak saudaranya.

Semoga segala pengalaman yang kita punya bisa mengasah empati kita.

Semoga, perjuangan HAM kita tidak melayang di atas angin.




::che::

Sabtu, 28 November 2009

Terserah!


Saya masih pengen ngoceh nih. Wekekee..


Lalu, lalu, hari ini saya ngakak campur jengkel juga. Gara2nya, saya & temen2 nih hobi banget njawab 'terserah'.

Ceritanya, tadi kami kan jalan2 nih. Kangen2an.. (yang gak kangen diem aja, gak usah komentar!). Tujuanna 3 tmpat: Ganjuran, liat sunset d pantai, trus ke rumah nenek Bije maem tongseng. Wakakaa...

Pas berangkat, Bije nanya, mau ke mana dulu? Jawabannya terserah-terserah-terserah-terserah. Jadilah Bije yg memilih rutenya.

Trus pas perjalanan motor saya (maksudna motor mb Opi yg saya pinjem) bocor bannya. Nah, sambil nunggu ban diganti, kami rumpi2. Bije nanya lagi, mau ke mana dulu. Jawabannya? Teuteup.. Terserah. Lha lucunya, waktu Bije & saya ngungkapin pendapat, yg laen protes. Halah! Lha tadi bilangna terserah...

Ban beres, kami jalan lagi. Eee... Rantai motor Ezra copot! Alhasil kami nangkring lg d bengkel. Huahahahahahahahaaa.... Berhubung kami brangkat siang menjelang sore, padahal kami ngejar sunset, smentara kami dah 2x berhenti gara2 motor, Bije nanya lagi deh. Mau ke mana dulu sekarang? Eee... Lha kok jawabanna tetep. Terserah. Glodhak!! Hahahahahaa...


Sbenernya saya jg bilang terserah lo tadi... ^^

Knapa sih kita suka bilang terserah? Klo saya sih (tadi) uda males aja ngasih pndapat. Lha saya sungkan to kalo smua ikut pndapat saya mlulu. Serba salah sakjane! Nggak ngutarain pendapat, ntar gak brangkat2. Klo ngungkapin, ntar ada yg protes. Halah!
[klo di tmpt2 laen, bukan teman2 saya ini, kita bs dikambinghitamkan gr2 jwbn terserah lo].


Knapa sih? Knapa sih? Knapa sih? Knapa harus terserah? Hehehe...

NB: Kadang saya jg pake 'terserah' krn malu ngungkapin pndapat. Hahaha... Nunggu yg lain ngungkapin pndapat yg sama aja, trus ntar ndukung gitu deh. =D


::che::

Selasa, 17 November 2009

mendung..

17 November 2009 jam 18:41


Mendung.. Hakhakhak...


Jogja berubah drastis neh! dari panas menyengat jadi suram buanget. mendung sepanjang hari. angin dingin lewat terus. nyaman sih, tapi seperti biasa, mendung membawaku bernostalgia.


..


tidak, tak ada yang salah pula dengan nostalgia. bukankah menyenangkan bisa mengenang masa indah? apalagi masa indah dengan sahabatmu. =)

...


saat melakukan hal-hal konyol dengan sahabat. saat merekam bokong teman-teman sementara doa pagi dibacakan. saat bercanda dan tertawa ngakak di depan biara suster hingga diusir. saat meninggalkan sekolah sebelum bel masuk berbunyi untuk mengantar sahabatmu mengambil bahan praktikumnya, lalu dihukum bersama karena terlambat. saat berlarian di lorong biara lalu jatuh ndelosor dengan sukses. saat mengikuti ulangan perbaikan sosiologi dengan menggigil karena hujan-hujanan berdua. saat mencoba bekerja menjadi kurir, berdua juga. saat menguntit orang yang kami sukai (hahahahaha!!). saat sahabat menggedor pintu kamarmu tengah malam untuk memberi kejutan ulang tahun, padahal di saat yang sama ia juga berulang tahun. saat membawa sahabatmu kabur dari orang tuanya, karena ingin menunjukkan tempat terindahmu, tempat rahasiamu, sebelum terpisah karena pilihan kampus yang berbeda kota. saat tidur bersama sahabat, dan menceritakan rahasia terbesar yang selalu membuatmu menangis karena belum pernah bisa mengatakannya pada siapapun. saat memeluk sahabatmu di bandara...


*aduh, saya jadi nangis


nostalgia memang menyenangkan. tapi ada sedikit sedih yang menyertai. ada pertanyaan-pertanyaan konyol. =) kenapa ia gak di jogja aja, kenapa tak ada lagi pengalaman-pengalaman seindah itu, mengapa sekarang sulit sekali bertemu dia... Hahahaha...



ahh...



mendung..


kamu membawa nostalgia. kamu membuat rinduku pada sahabatku berlipat ganda. kamu membuatku menangis. =D


mendung!!
segera turunkan hujan! biar air membasuh sedihku, dan membantuku mensyukuri apa yang ada. juga untuk mengabarkan pada sahabatku, bahwa aku sangat merindukannya! bukankah ia mencintai air dan bisa memahami bahasa air? (sok tau abis nih... hahahaha)


miss U, Meer..

=))

::che::