twitter
    Celebrating the T in LGBT

Kamis, 01 November 2012

Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Pemuda yang Mana?

Bulan lalu, sebagai Action Partner Oxfam International Youth Partnership (OIYP), saya mendapat tawaran untuk mengajukan inisiatif program/proyek baru. Jika diterima, program saya bisa mendapat dukungan dana hingga mencapai maksimal AUS $5000 alias 50juta. Saya senang mendapat kesempatan ini, sekaligus sangat sedih.



Tawaran dukungan bagi pemuda dari organisasi kemanusiaan internasional semacam ini ada banyak sekali, dan sangat mudah diakses sejauh pemuda tersebut berkomitmen dan programnya jelas serta dapat dipertanggungjawabkan. Selain dukungan berbentuk dana, ada juga bentuk lain seperti beasiswa konferensi, workshop, internship, atau pertemuan-pertemuan pemuda sejenis. Peserta terpilih biasanya dibiayai 100%, dari tiket pesawat, pembuatan visa, akomodasi, dsb. Tapi, saya tekankan sekali lagi, tawaran ini datangnya dari organisasi2 internasional.

Bagaimana dengan dukungan dari negara (dalam hal ini kementerian pemuda dan olah raga)? Sejauh pengalaman saya, dukungan serupa dari negara sangat sulit diakses.

Setahu saya, Kemenpora punya dana yang sangat besar untuk membiayai program2 yang dilakukan oleh organisasi2 kepemudaan. Sayangnya, informasi ini tidak disebarkan secara terbuka. Website Kemenpora tidak mencantumkan info ini. Saya saja baru tahu info ini setelah diberitahu "orang dalam" dan teman2 yg punya akses pada "orang dalam". Dana ini biasanya diberikan pada BEM dan organisasi yang tertunjuk seperti KNPI. Bagi komunitas atau organisasi pemuda lain yg ingin mendapat dukungan tersebut harus mengajukan proposal jauh-jauh hari. Butuh waktu lama untuk mendapat jawaban atas diterima atau tidaknya program kita. Info terbaru yg saya dapatkan, proses ini bisa mencapai satu tahun. Program ini pun hanya boleh diakses oleh organisasi2 yang telah berbadan hukum. Sebagus apapun kegiatannya, kalu tidak berbadan hukum ya tidak bisa dapat dukungan.

Masalah berikutnya, dukungan Kemenpora seringkali salah sasaran. Kenapa? Karena semuanya butuh orang dalam! Kalau kamu tidak punya kenalan orang dalam, ya proposalmu berhenti di atas meja administrasi! Dibaca pun tidak! Untuk dukungan berbentuk dana, para orang dalam ini juga meminta fee sekitar 5-10% dari dana yang disetujui. Tahun lalu saya pernah cara ini, dan benar, dana yang jumlahnya cuma 10%  dari anggaran kebutuhan masih harus dipotong sepuluh persen untuk si orang dalam.

Nah, parahnya lagi, "orang dalam" dan kroni2nya ini biasanya kong kalikong untuk membuat program2 fiktif. Ada juga program/proyek yang nyata, tapi sesungguhnya tidak besar manfaatnya tapi menghabiskan dana besar. Sebagai contoh, program duta **** di mana Kemenpora menjadi partner kerjanya (alias mendanai), menghabiskan dana 1,5 MILYAR. Sekitar 600 juta lebih digunakan hanya untuk grand final pemilihan duta, dan sekitar 350 juta hanya untuk evaluasi dan follow up yang entah bagaimana bentuknya.

Dana yang diturunkan bagi BEM pun akhirnya tidak jelas peruntukkannya. Mahasiswa mana yang tidak tahu bahwa BEM universitas2 negeri itu dikuasi oleh organisasi muslim garis keras (yang konon juga ditumpangi partai politik tertentu)? Pada akhirnya, dana BEM malah digunakan untuk dakwah terselubung yang menyebarkan pemikiran sempit, bukannya mengembangkan pemikiran dan potensi pemuda.

Belum lagi soal pertukaran pemuda atau beasiswa2sejenis. Sudah menjadi rahasia umum bahwa selalu ada pemuda2 titipan orang dalam yang sudah pasti diberangkatkan tanpa seleksi apapun; dan tentu saja dibiayai sepenuhnya. Dari pengalaman beberapa teman yang pernah ikut pun, pelaksanaan program2 tersebut pun tidak seindah bayangan mereka, padahal yang mengadakan ini kementerian. (saya males cerita detailnya di sini)


Saya pun bertanya-tanya, sebetulnya pemuda yang diberdayakan oleh kementerian pemuda dan olah raga itu pemuda yang mana? Program2 mereka itu ditujukan untuk perkembangan pemuda yang mana? Kebanyakan organisasi pemuda "beneran" yang saya tahu, yang programnya bagus2, justru dibiayai dana asing loh! Ini fakta, bung!

Tragisnya lagi, orang2 macam saya dan teman2 ini kemudian mendapat cap perpanjangan antek asing. Sedih sekali rasanya. Ambil contoh diri saya sendiri. Semua inisiatif yang saya buat itu sepenuhnya saya persembahkan bagi pemuda Indonesia, bagi negara ini. Inginnya saya sih negara saja yang membiayai, bukan organisasi internasional. Tapi kalau kondisinya seperti ini, apa saya harus menyerah saja dan tidak membuat kegiatan apapun?

Faktanya, memang organisasi asinglah yang lebih peduli pada kegiatan positif yang nyata dan berefek besar bagi pemuda. Mereka lah yang lebih peduli pada pengembangan kapasitas pemuda potensial. Merekalah yang justru memberikan dukungan penuh pada kita untuk memperjuangkan hak-hak kita yang harusnya diakui, dihargai, dan dilindungi negara; bukan negara itu sendiri. Ironis.


-ema

1 komentar:

  1. wah info bagus gan,saya baru aja mau mangadakan acara untuk kegiatan positif pemuda dan rencanaya saya mau mengajukan ke kemenpora....klo kaya gini rasanya pemuda kita semakin susah berkembang klo tidak inisiatif dari diri sendiri sementara pemerintah terkait tidak mendukung.harus di reformasi sistemnya nie...

    BalasHapus

What's on your mind? Let me know! :))