twitter
    Celebrating the T in LGBT

Rabu, 18 Januari 2012

Hari-Hari di Pancake’s Company [2]: Menyesalkah?

Sudah dua bulan tujuh belas hari saya kerja di sini.
Dulu saya takut, takut kehilangan banyak waktu bersama teman. Jam kerja saya sore sampai menjelang tengah malam: jam produktif saya untuk berjumpa teman-teman, diskusi, tukar pikiran, bermain, saling tukar gagasan. Nyatanya, saya memang banyak kehilangan saat-saat itu.
"em, yuk kumpul pisgen!"
"wah, maaf, aku pas kerja.."


"em, hayuk ikut pertemuan jpy!"
"aduh, kok pas aku kerja, sih..."



dan seterusnya dan seterusnya. banyak. belum lagi pertunjukkan teater dan sebagainya.


saya sempat memproduksi banyak senyum kecut. pulang ke kos, buka laptop, sambung internet, buka fesbuk. ada cerita teman-teman tentang obrolan hari itu, fotonya, serunya, topiknya. ya, saya juga sering iri.




menyesalkah?




***
selama ini, teman-teman saya cukup terbatas. bukan jumlah, namun kalangannya. aktivis, mahasiswa yang aktif di komunitas, teman-teman di organisasi atau jaringan, dan sebagainya. begitu-begitu saja.


di sini, mau tidak mau saya berkumpul dengan orang-orang baru, yang kebetulan juga cukup berbeda dengan sosok kawan-kawan selama ini.


ini mengesalkan.


ya, sungguh. mendengar mereka mengejek-ngejek waria yang mengamen atau pengemis2 yang mampir, mendengar yang perempuan ketakutan akan tubuhnya sendiri -gemuk, hitam, tidak cantik-, mendengar candaan-candaan yang (menurut saya) melecehkan perempuan, belum lagi kalau sudah membahas relationship. haduh, sumpah. bikin kuping panas dan jantung berdebar kencang.
bibir ini hampir tidak sanggup terkatup lebih lama dan ingin segera pidato, meski akhirnya saya cuma diam. siapalah saya ini, bocah kemarin yang baru belajar membuat minuman saja.


diam adalah emas. saat itu, pepatah ini menunjukkan kebenarannya.
dalam diam, saya memasang telinga baik-baik. saya dengar cerita-cerita mereka. tentang ketakutan pada waria. tentang hubungan yang digantung pacar. tentang relasi dengan orang tua. banyak, banyak!
sekali dua kali, saya lempar pertanyaan.
"apa pernah kenal dengan waria?"
"kenapa pingin putih?"
"kenapa merasa jelek?"
"mau jadi sekurus apa?"




seorang kawan lama pernah berkata, janganlah marah pada orang yang berbeda pengetahuannya dengan kita. kini saya paham artinya. teman-teman kerja saya ini, benar-benar berbeda pengalaman hidupnya dengan saya. rata-rata mahasiswa "lempeng", patuh pada orang tua, kuliah dan beraktivitas biasa macam futsal atau basket atau tari atau lainnya -selebihnya tidak, kalau ada yang ikut organisasi, paling pol cuma jadi anggota HMJ atau klub debat. mendengar bahwa saya ikut berbagai komunitas saja mereka kaget. apalagi waktu tahu kalau beberapa teman saya waria. kepalanya seperti dilempar bata! Shock!




demikianlah, jengkel pun berubah jadi iba.


iba pada mereka, yang di mata saya seperti tikus buta yang tidak tahu apa-apa dan tidak bisa melihat apa-apa sehingga tersesat di lorong berliku yang gelap dan pengap (sadis, ya?).


iba pada diri saya sendiri yang selama ini merasa sudah tahu banyak, tapi kok setelah dilihat-lihat, sepertinya juga seperti  tidak tahu itu ilmu mau dipakai apa, dan belum bisa membuat ilmu itu berguna buat orang lain.




saya jadi malu.




maka, hari-hari berikutnya pun saya isi dengan kembali mendengar, sekaligus berbagi cerita. pelan-pelan saya mulai menyisipkan pandangan/sudut pandang saya dalam obrolan kami. sering dibantah, namun juga sukses membuat mereka berpikir kembali tentang banyak hal. demikian pula sebaliknya, mereka berhasil membuat saya berpikir! hahaha...




satu ketika, teman perempuan yang sering dicoel-coel dan digoda oleh teman-teman lelaki namun selalu diam saja, akhirnya mengacungkan telapaknya dan berkata, "stop, aku tidak suka kamu coel!"
teman lelaki saya akhirnya berhenti ketika teman saya mengucap kata2 itu untuk kedua kalinya dengan nada dan ekspresi sungguh-sungguh.


dua minggu kemudian, dia menegur teman lelaki lain yang suka berdiri dempet-dempet padanya (dan pada cewek-cewek lain) dengan kata-kata yang biasa saya ucapkan,
"hei, jangan terlalu dekat! kamu sudah memasuki ruang pribadiku, aku nggak suka!"


saya pun cekikikan [dalam hati: hore! hore! yes, yes, yessss!!!]
:D


***




well, begitulah.


memilih pekerjaan ini memang berarti melepas obrolan-diskusi-tukar gagasan yang saya suka. tapi saya mendapat lebih: selangkah lebih maju pada cita-cita! karena obrolan-obrolan indah tentang mimpi dan cita itu ternyata hanya jadi kentut kalau tidak bisa diaplikasikan.




kembali ke pertanyaan tadi.


menyesalkah?


tidak. :))


::che::

4 komentar:

  1. xD ada2 saja.. haloo, kakak ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo, Shu! trims udah mampir yaa... hehehe

      Hapus
  2. lumayanlah klo walaupun mimpi n cita-cita baru cm jadi kentut, setidaknya malah nanti bikin orang terganggu untuk gerak lebih dari kita
    ^^ v like this yo

    BalasHapus
  3. Sukses dan selalu semangat buat hari-hari mu Emaaaaaaaaa... Ayo kumpul Peacegen!!! hehehe

    BalasHapus

What's on your mind? Let me know! :))