Dua minggu yg padat dan melelahkan, sekaligus penuh pembelajaran. :)) Fiuhhh, tarik nafas dulu.
Yap, ceritanya saya sedang bekerja untuk promotor di kota jogja tersayang. Masculine world. Saya sadar itu sejak awal. Maklum, bukan kali pertama ini saya bekerja untuk mereka. Bagaimana pun juga, realita biasanya melenceng dari bayangan. Dunia ini, ternyata, jauh lebih maskulin dr bayangan.
Sebenarnya menyenangkan sekali memiliki rekan2 kerja dan bos2 yang tidak lesbiphobic (sepertinya masih gay dan wariaphobic sih). Saya mesti mensyukurinya. Tak ada kendala berarti dalam bersosialisasi, khususnya menyangkut orientasi seksual saya ini.
Tapi, seperti juga komunitas sosial saya lainnya, kumpulan rekan saya yang satu ini melihat saya sebagai laki-laki, bukan perempuan. Lebih spesifik lagi, mereka menganggap bahwa saya adalah lelaki yang sama dengan mereka: isi kepala penuh dengan seks, melihat perempuan hanya dari tubuhnya, dan kalau membicarakan perempuan pasti topiknya seks-seks-dan seks.
Maka terlibatlah saya dalam pembicaraan mereka. Tentang tubuh rekan kerja perempuan, tentang mbak2 SPG yang "bisa dipakai", bagaimana caranya "memakai" perempuan, ciri2 perempuan yg bisa "dipakai", dan tentang kebanggaan atas banyaknya pengalaman "memakai" perempuan.
Arrrggghhh... Gemes rasanya. Iya, saya lesbian. Mungkin juga saya transgender. Tapi saya respek sama perempuan. Saya gak suka kalau laki2 menganggap perempuan adalah barang yg bisa dipakai dan diperlakukan seenaknya. Saya tuh muak kalau kalau ada laki2 (juga perempuan) yg menganggap kalau perempuan itu tak lebih dari barang pemuas nafsu seksual belaka. Saya sangat tersinggung kalau teman2 lelaki saya ini membuat jokes jayus yg melecehkan perempuan. Dan saya lebih bingung lagi kalau mereka menganggap saya adalah bagian dari laki-laki semacam itu.
Hey!! I'm a dyke, not a jerk! ヽ(゚Д゚)ノ
Ha. gue harap lo sempet negur mereka kalau apa yang mereka bicarakan ngga pantas dan merendahkan manusia lain. Ngga sebatas hanya perempuan, tapi diri mereka sendiri sebagai manusia
BalasHapus