twitter
    Celebrating the T in LGBT

Selasa, 12 Juni 2012

Bunga Tempayang

Uhuk. Sejak malam tadi, saya resmi sakit batuk dan radang tenggorokan. Uhuk. Sakit sekali tenggorokan ini... Uhuk uhuk.


Tapi jangan kuatir pemirsa, saya punya obat ampuh andalan yang selalu saya santap kalau sakit ini. Bunga Tempayang namanya. Pernah dengar, tak? Saya sih pertama kali tau obat ini dari Mbak Renny, teman sekaligus guru sekaligus mama saya di Jogja. Waktu itu, saya radang tenggorokan parah. Karena di keluarga saya hampir tak pernah ada yang sakit radang tenggorokan, saya jadi tak terbiasa mengatasinya. Dua bulan saya sakit, dan makin parah dari hari ke hari. Sudah puluhan antibiotik dari dokter saya minum, dari yang dosis rendah dengan harga murah sampai dosis tinggi yang harganya lebih mematikan dari penyakitnya (haha!). Kau tahu? Bunga tempayang lah yang akhirnya membantu kesembuhan saya!


Setelah tanya2 ke eyang google, tukang jamu di pasar beringharjo, dan tentu saja Mbak Renny, terkuaklah bahwa bunga tempayang ini berkhasiat menyembuhkan panas dalam dan radang tenggorokan. Ada yang bilang dia punya khasiat lain seperti menyuburkan kandungan dan menyembuhkan sembelit, tapi saya nggak bisa memastikan kebenarannya karena gak ngalami. Tapi, dari pengalaman saya, dia memang tokcer banget kalau melawan radang tenggorokan!






Namanya bunga tempayang, tapi bentuknya seperti buah yang dikeringkan. Ia bisa dicari di pasar, di lapak obat tradisional. Harga per kilo-nya memang mahal, sekitar 250 ribu. Tapi santailah, kawans, gak perlu beli sebanyak itu kok! Setengah ons saja sudah sangat cukup untuk digunakan sampai kita sembuh. Di pasar Beringharjo, harga setengah ons bunga tempayang cuma 13 ribu, isinya sekitar 25 butir besar atau 30an butir kecil.








Cara meramunya:
- cuci 3-4 butir tempayang, pecahkan ujung runcingnya (biasanya sih saya gigit)
- masukkan dalam gelas atau mug, lalu seduh dengan sekitar 250 cc air mendidih
- tutup gelas/mugnya
- tunggu sampai bunganya mekar maksimal (bentuknya jadi seperti gel atau agar2) dan airnya bening kecoklatan
- minum airnya selagi masih hangat


begitulah! Kadang "agar-agar"-nya saya makan juga, sih. Entah ada khasiatnya apa enggak, yang jelas teksturnya enak dikunyah. Hehehee...
Oya, rasanya nggak pahit sama sekali. Seperti air teh yang sangat encer. Diminum 3x sehari. Jangan lupa disertai istirahat. Pengalaman saya, radang akan reda dalam 2-4 hari.




Selamat mencoba buat yang mau... :* Doakan saya cepat sembuh, yaa! ;)




-ema

Senin, 11 Juni 2012

Maaf, Timbuktu.

Kamu pernah dengar kata 'timbuktu'? Di mana kamu dengar kata itu? Kapan? Oh, waktu sedang bercanda dengan teman-teman, ya? Ya, ya, ya, Timbuktu itu suatu tempat di Afrika yang mungkin sangat terpencil dan terbelakang. Timbuktu, seperti juga Somalia dan Etiopia, adalah kata yang tepat untuk menunjukkan ketidakberadaban. Itu kesimpulan saya, sih, berdasarkan pengalaman bercanda dan ejek-ejekan dengan teman sehari-hari.

Sebelum April, saya tak tahu di mana itu Timbuktu. Tak peduli apakah ia benar ada, apakah ia negara atau provinsi atau kota atau kampung kecil. Bukan urusan saya. Saya cuma tahu bahwa itu tempat yang jauh dari peradaban manusia.

***

April, dosen PLKH Humaniter memberi kami tugas. Intinya, kami harus mengikuti perkembangan kondisi dan menganalisa sebuah konflik yang benar-benar sedang terjadi di sebuah negara bernama Mali.


Nongkrong Bareng PeaceGen dan Save Diversity

Hari ini Peace Generation ulang tahun kesepuluh. Satu dekade! Waow, menginjak remaja! :))

Menjadi bagian dari PeaceGen adalah sebuah kebanggaan. Sungguh merupakan proses yang luar biasa dan tak ternilai harganya.

Malam tadi, saya mempertemukan PeaceGen dengan teman2 dari @savediversity dan komunitas LGBT. kami akan bekerja sama untuk pemutaran film Sanubari Jakarta 17 Juni ini.

Sepanjang diskusi, saya tak henti-hentinya tersenyum. Empat tahun bersama PeaceGen, saya berhasil mendatangkan teman2 komunitas LGBT sebagai teman belajar di berbagai forum diskusi, termasuk saat Peace Camp. Tapi, seingat saya, baru kali ini kami benar2 bekerja bersama. Bukan untuk acara yang besar, memang, juga bukan long-term program. Baru sebuah pemutaran film saja. Tapi, saya percaya ini akan membawa kami pada kegiatan-kegiatan lainnya. Semoga.

Saya bangga melihat antusiasme teman2 untuk acara ini. Meski tak mampu menyembunyikan rasa takut atas kemungkinan serangan, ancaman, atau pembubaran yang bisa kami terima, PeaceGeners tetap semangat dan ceria, seperti selalu. Obrolan yang dimulai dengan malu-malu akhirnya mengalir dengan hangat dan lancar. Bahkan melebar ke topik2 lain, seperti HIV/AIDS dan kekerasan2 atas nama agama.

Entahlah. Saya sebetulnya tak fokus pada topik obrolannya. Saya terlalu berbunga-bunga melihat senyum kawan2. Hahaha...

Terima kasih, kawan-kawanku. Semangat generasi damai sungguh mengalir dalam nadi kalian.

#SatuDekadePeaceGen


-ema

Minggu, 10 Juni 2012

Pocong [2]



Pocong.


Apa yang terlintas di benakmu ketika membaca kata itu?






Di benak saya  langsung terbayang bentuknya, lengkap dengan wajah dan aura buruknya yang biasa dimunculkan di film atau acara televisi. Ugh.




Karena tak pernah melihat (baca ceritanya di Pocong [1]), maka satu-satunya sumber informasi yang saya dapat tentang bentuk jenasah berkafan alias pocong adalah dari televisi dan film. Tahu sendiri, kan, bagaimana media2 itu menggambarkan pocong? Hantu mengerikan (yang bentuknya sulit saya jelaskan di sini) dengan wajah dan aura buruk rupa serta mengganggu manusia. Nah! Sempurna! Gambaran itulah yang menempel erat di benak saya!




Dua hari belakangan, saya mendadak harus berhadapan dengan jenasah sobat saya yang sudah dikafani (Pocong [1]). Selama dua hari itu pula, saya berusaha keras memberikan sugesti positif pada diri sendiri.

"Itu ayah sobat baikmu, Ema!"
"Oke, itu ayah sobat, ayah sobat, ayah sobat. Segalanya akan baik-baik saja."


Tapi apa daya, yang muncul di kepala tetap gambaran pocong2 di tivi dan film itu. Huaaaaaa......




Akhirnya tadi malam saya ke rumah sobat lagi. Tujuannya dua, yasinan dan tahlilan, dan mencari sugesti positif lagi. Kalau tak saya lakukan, saya bisa begadang berhari-hari karena ketakutan, nih! Dan gak akan berani ditinggal di kamar sendirian sama partner. Kayak kemarin petang, nih, saya nangis dong gara2 pas bangun tidur partner saya tau2 udah rapi dan siap pergi mengajar. Jadilah saya ikut dia pergi sambil terkantuk-kantuk.




Demikianlah.
Di rumah sobat tadi, saya sengaja memandangi foto ayahnya berlama-lama. Rasanya seperti bercakap-cakap dengan beliau. Saya pandangi senyumnya, saya ingat semangat dan keramahannya di hari-hari terakhir di rumah sakit, saya ingat bagaimana ia bertutur tentang sobat, saya coba rasakan lagi hangat tangannya yang menggenggam saya... dan berhasil. Ia mampu mengalahkan bayangan2 di kepala saya.




*Selamat jalan, Oom. Senang sempat mengenalmu. Karena engkau juga lah saya bisa berteman baik dengan anakmu. Terima kasih, ya. :) Doakan kami dari sana.*





-ema

Jumat, 08 Juni 2012

Pocong [1]

Saya bukan seorang muslim, dan tumbuh besar di lingkungan katolik. Saya terbiasa melihat prosesi kematian orang katolik, dan sangat tidak terbiasa melihat prosesi kematian seorang muslim. Saya berkali-kali melihat jenasah dalam peti, dan hampir tak pernah melihat jenasah berkafan. Waktu kakek saya yang seorang muslim meninggal, saya tidak bisa melihat jenasahnya yg sudah dikafani. Begitu juga ketika Pakdhe (paman) meninggal, satu-satunya kemungkinan melihat jenasah berkafannya adalah ketika pemakaman. Tapi karena saya perempuan dan bukan keluarga inti, saya tidak boleh berada di ring satu kuburan beliau, melainkan di barisan luar, sehingga lagi2 saya tak bisa melihatnya.

Kamis, 07 Juni 2012

sesal

Siang tadi, ayah sobat saya meninggal.

saya menyesal. Mengapa dua malam belakangan saya tak menyempatkan diri untuk menemani sobat saya di rumah sakit? Mengapa saya lebih memilih ngopi-ngopi dan ngobrol ngalor ngidul? Mengapa saya tidak mengerjakan tugas di rumah sakit saja?

:((

sedih. padahal hari2 itu jelas sangat berat baginya.

-ema

Rabu, 06 Juni 2012

Lesbi, Trans?

"kamu itu lesbian atau transgender, ma?"

awwwww....lagi-lagi pertanyaan iniiii!!!! >.<
oke, pertanyaan ini sudah berkali kali mampir ke hidup saya. tapi masih sukses bikin saya gelagapan, seperti biasa! aduh. aduh. aduh!

pokoknya, bagi saya, pertanyaan yang di atas itu jebakan. iyaaaa, jebakan!! menjebak saya untuk masuk dalam salah satu kotak, yang berlabel lesbi atau yang berlabel transgender. ya, ya, ya, saya tahu teman saya gak bermaksud begitu, tapi begitulah perasaan saya.



fiuhhh.


eh, tapi, gara-gara ditanya begitu, saya jadi punya pertanyaan untuk diri sendiri deh. kenapa, ya, saya masih kaget dan bingung plus gelagapan kalo dapet pertanyaan itu? padahal, saya udah belajar tentang gender dan seksualitas. (biarpun gak sedalem n seteoritis temen2 saya belajar lho. haha) kenapa? kenapa? kenapaaa???


baiklah. beri saya waktu untuk mencari jawabnya. +__+

-ema.

Selasa, 05 Juni 2012

Fobia Akademik

Saya fobia akademik. Itu kesimpulannya.

Saya sudah lupa kapan sakit perut itu mulai menyerang ketika saya harus berhadapan dengan hal-hal berbau dunia akademik kampus. Saya juga tidak ingat bagaimana mulanya jantung saya berdebar dengan keras dan cepat, tubuh berkeringat dingin, dan tubuh menjadi tegang ketika harus berurusan dengan staf kampus, pejabat kampus, maupun dosen.

Saat ini, datang ke kampus menjadi sesuatu yang mengerikan bagi saya. Sangat mengerikan. Bahkan untuk hal sepele yang bernama kuliah sekalipun. Perut ini mual, dada ini sesak. Jangankan saat menginjakkan kaki di kampus, saat teringat bahwa saya harus ke kampus saja rasa muak itu sudah mendesak sampai ke ubun-ubun.

Bahkan pelukan erat dan hangat dari kekasih pun tak mampu menghilangkan muak ini.

Dan saya terjebak di dalamnya. Begitu muak, hingga ingin segera pergi dari tempat itu. Namun terlalu muak juga untuk bersentuhan dengan hal-hal yang bisa membuat saya segera pergi.

Ah, andai saja Doraemon benar ada, dan saya adalah Nobita, mungkin ada robot yang bisa menggantikan saya. Sayangnya Doraemon hanya tokoh komik, dan saya jelas bukan Nobita. Dan keputusan selanjutnya sepenuhnya ada di tangan saya.


-ema

Senin, 04 Juni 2012

Solidaritas? Sampah.

Senin, 4 Juni 2012 dini hari, satu lagi suporter sepak bola Indonesia harus meregang nyawa. Kali ini, korbannya berasal dari Surabaya. Namanya Tomi, siswa kelas XII SMKN 5 (STM Pembangunan) Surabaya. Ia ditemukan tergeletak di tribun penonton setelah  kerusuhan antara suporter (bonek) dan polisi berakhir. Tomi meninggal setibanya di rumah sakit, dengan lebam-lebam di pipi kanan dan pinggang belakang. Penyebab kematian Tomi sendiri belum diketahui, tapi kemungkinan besar ia mati terinjak-injak.

Kejadian ini memembuat saya geram, semakin geram.

Selama ini, suporter bola Indonesia selalu mengagungkan kekompakan dan solidaritas kelompok masing-masing. Setiap saya berdiskusi dengan teman yang menjadi suporter fanatik klub bola tertentu, saya pasti mempertanyakan alasan mereka melakukan perkelahian, tawuran, dan penyerangan (yang semuanya adalah bentuk kekerasan). Jawabannya cuma satu, tidak lain dan tidak bukan: solidaritas! Kata mereka, mana mungkin mereka diam ketika tim yang mereka dukung dicurangi atau dihina; mana mungkin mereka diam ketika rekan mereka sesama suporter diganggu, dilecehkan harga dirinya, oleh kelompok suporter lain?

Mereka boleh memberi argumentasi yang begitu kuat dan berapi-api pada saya. Tapi saya juga tidak akan pernah lupa, bahwa jasad korban tewas akibat perseteruan suporter selalu sendirian, terbuang, jauh dari kelompoknya! Mayat-mayat itu selalu ditemukan belakangan, dalam kondisi yang sudah "entah" wujudnya. Sebagian dari korban ditemukan mati di tempat, yang lain mati dalam perjalanan ke rumah sakit, atau justru mati di rumah sakit karena terlambat ditolong.

Halooo, kalian yang mendewakan solidaritas antar suporter! Di mana kalian berada ketika kawan kalian sekarat di dalam got karena dihajar musuh? Di mana kalian berada ketika rekan kalian kesakitan dan berjuang hidup sendirian, hampir telanjang, remuk tubuhnya, berharap masih bisa bernafas lebih lama? Sedang sembunyi di mana dewa solidaritas kalian ketika kawan kalian sendiri ada di bawah sepatu kalian, kalian injak, kalian tinggal lari? Di mana kuping itu kalian simpan ketika mereka sedang berteriak minta tolong? Orang-orang itu, adalah orang yang berdiri tegak bersama kalian d tribun penonton, yang mengerahkan segenap jiwa raga untuk membela tim tercinta. Mereka itu, yang kalian bilang harus dibela mati-matian, bukan?

Ah. sungguh omong kosong belaka. Solidaritas hanyalah pemanis bibir yang digunakan untuk menutup gunungan ego kalian. Kematian kawan kalian gunakan sebagai alasan berperang lagi, lagi, dan lagi. Aku yakin kalian tahu benar bahwa mereka takkan mati jika tak kalian tinggalkan, bahwa kalian juga lah yang membunuh mereka. Ya, kan?

::che::

Minggu, 03 Juni 2012

Count on Me, Pals. :)

If you ever find yourself stuck in the middle of the sea,
I'll sail the world to find you



familiar dengan penggalan lirik di atas? di mana kau menemukannya? coba ingat. untuk yang tahu lagunya, selamat! yak, benar, ini dua larik pertama dari lagu bruno mars berjudul "count on me". :)


saya mendengarnya pertama kali di tempat kerja, dan sempat salah duga. baris-baris awal liriknya memang membuat orang berpikir bahwa lagu ini ditujukan pada kekasih pujaan. ternyata tidak. ini lagu untuk sahabat. :)

Sabtu, 02 Juni 2012

Dari Musikal Laskar Pelangi: Kuli-Kuli Cantik

jam 3.30 pagi. dua minggu yang lalu, saya lagi di hotel pop, nih. rombongan TC musikal laskar pelangi baru datang, dan saya harus menunjukkan kamar mereka.


theater crew MLP rata2 cowok. sebagian besar dari mereka berperan jadi kuli-kuli timah belitong. nampaknya sih cowok-cowok ini usianya 20-30an. dandanan mereka rata-rata sesuai dengan image cowok metroseksual jakarta: bersih, modis, dan flamboyan. 


hari-hari pertama latihan di jogja, TC-TC ganteng ini jadi bahan obrolan (juga tertawaan) di antara teman-teman saya sesama LO. "di panggung pada macho, begitu turun panggung, eh...melambai juga," begitu kata teman-teman. 

Jumat, 01 Juni 2012

First of June: Finally.

akhirnya, pada dini hari pertama bulan juni, di warung burjo sebelah kos kami, aku bicara padanya. kuceritakan kegelisahanku. tentang masa depan, tentang pekerjaan dan keuangan, tentang mimpi-mimpi yang ingin kukejar.

lucu. beberapa jam yang lalu aku masih terdampar di rumah kawan dan kebingungan bagaimana caranya menyampaikan kegelisahan-kegelisahan itu padanya. lima tahun bersama, dan aku masih merasa perlu memikirkannya. eh, pada akhirnya mengalir jua.

terima kasih sudah mau mendengarkan, dan turut memikirkannya. semoga yang kita lalui di masa lalu tidak menjadi sia-sia, begitupun usia kita mendatang, janganlah terbuang...


still questioning myself.
june 1, 2012
::che::